Halaman

Rabu, 10 Desember 2025

BAGIAN I DASAR KEFILSAAFAN: TUHAN SEBAGAI SANG KEBERADAAN

SEBELUM TUHAN ADA: EKSISTENSI SANG KEBERADAAN

1.1. Tuhan: Sebutan yang Muncul di Dalam Relasi, Bukan Hakikat Kekal

Ketika kita membaca Alkitab tanpa kacamata teologi tradisional, ada satu fakta penting yang segera muncul:

Alkitab tidak memulai kisahnya dengan kata “Tuhan” sebagai nama hakikat, tetapi sebagai sebutan relasional.


“Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.”
— Kejadian 1:1

Kata Elohim di sini bukan nama pribadi, dan bukan pula penjelasan ontologis tentang “siapa” Allah. Kata ini adalah istilah umum untuk “Yang Mahakuasa / Pengatur / Sumber segala sesuatu.”

Yang menarik adalah:

Gelarnya sebagai “Tuhan” (YHWH / Adonai) baru muncul dalam relasi dengan manusia.

“Ketika itulah YHWH Elohim membentuk manusia…”
— Kejadian 2:7


Di sini ada perubahan. Sebelum manusia ada, teks memakai Elohim. Setelah manusia hadir, teks memakai YHWH Elohim.

Ini menunjukkan bahwa:
“Tuhan” bukan identitas asli-Nya, melainkan sebutan manusia terhadap-Nya ketika Ia berelasi dengan ciptaan.

Dengan kata lain:
  • Sebelum ada ciptaan → Dia adalah Keberadaan itu sendiri.
  • Setelah ada ciptaan → Dia disebut Tuhan dalam relasi.
  • Ini bukan teori, tetapi fakta tekstual dari Kitab Suci.


1.2. Pertanyaan Radikal: Sebelum Disebut Tuhan, Siapakah Dia?

Ini adalah pertanyaan filsafat-ontologis yang paling mendasar.

Jika gelar “Tuhan” muncul setelah manusia ada, maka:

Sebelum manusia ada, siapakah Dia?

Jawaban Alkitab tidak menggunakan kategori “pribadi”, “hakikat”, atau “natur”—semua itu istilah filsafat manusia, bukan istilah Alkitab.

Alkitab menjawab pertanyaan ini bukan dengan teori metafisika, melainkan dengan pernyataan langsung dari diri-Nya sendiri.



1.3. Pernyataan Allah tentang Diri-Nya: “AKU ADALAH AKU”

Ketika Musa bertanya siapa nama-Nya, Allah tidak menjawab dengan gelar teologis.

Ia tidak berkata:

“Aku adalah tiga pribadi.”

“Aku adalah pribadi pertama.”

“Aku adalah Tritunggal.”

“Aku adalah hipostasis.”

“Aku adalah substansi.”


Tidak. Ia berkata:

“Ehyeh Asher Ehyeh.”

“AKU ADALAH AKU.”

— Keluaran 3:14

Inilah deklarasi paling radikal tentang keberadaan Allah.

Deklarasi ini tidak menunjuk pada apa Dia atau bagaimana Dia, tetapi pada fakta keberadaan-Nya itu sendiri.


Makna pernyataan ini:
  • Ia tidak bergantung kepada apapun.
  • Ia tidak berasal dari apapun.
  • Ia tidak ditentukan oleh kategori apapun.
  • Ia adalah Keberadaan Mutlak.
  • Ia adalah Ada yang mengada dari diri-Nya sendiri.

Dengan kata lain:

Dia bukan “menjadi”—Dia “Ada”.



1.4. Alfa dan Omega: Eksistensi Murni yang Tidak Terikat Waktu


Kitab Wahyu menegaskan hal yang sama:

“Aku adalah Alfa dan Omega, firman Tuhan Allah, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Mahakuasa.”

— Wahyu 1:8


Perhatikan struktur kalimatnya:

  • Yang ada → eksistensi saat ini
  • Yang sudah ada → eksistensi sebelum segala sesuatu
  • Yang akan datang → eksistensi yang melampaui masa depan
  • Ini bukan urutan waktu.
  • Ini adalah pernyataan eksistensial.

Ayat lain menegaskan hal yang sama:

“AKU ADA, dan Aku telah ada, dan Aku akan tetap ada.”

— Wahyu 4:8 (parafrase literal teks Yunani)


Ini adalah pola yang konsisten:

Eksistensi-Nya bukan bagian dari sejarah; sejarah adalah bagian dari eksistensi-Nya.



1.5. Allah Sebelum Segala Sesuatu: Data Biblika

Kitab Suci memberikan banyak kesaksian bahwa sebelum dunia ada, Ia sudah “ada”—tanpa “menjadi”.

Berikut daftar ayat-ayat dasar:

Mazmur 90:2:

“Dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah.”



Amsal 8:22–23:

Hikmat Allah berkata—sebagai ekspresi Firman-Nya—

“TUHAN sudah ada sebelum segala yang dijadikan-Nya, dari kekal aku telah disediakan.”



Yohanes 1:1:

“Pada mulanya adalah Firman, Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.”

→ Eksistensi yang tidak bermula.



Yudas 1:25:

“Allah... satu-satunya Allah yang telah ada sebelum segala abad.”


Semua ayat ini mengarah pada fakta yang sama:
  • Sebelum apa pun ada, Ia Ada.
  • Bukan “Tuhan”—sebab belum ada yang menyembah.
  • Bukan “Pencipta”—sebab belum ada ciptaan.
  • Bukan “Bapa”—sebab belum ada Anak atau manusia untuk menerima penyataan-Nya.
  • Bukan “Penguasa”—sebab belum ada alam untuk diatur.

Ia hanya satu hal:

Keberadaan itu sendiri.




1.6. Mengapa Kita Tidak Boleh Memulai dari “Tuhan” Tetapi dari “Keberadaan”

Jika kita memulai dengan kata “Tuhan”, kita langsung masuk ke dalam:

  • konsep pribadi,
  • konsep relasional,
  • konsep kuasa,
  • konsep moral,
  • konsep keagamaan,
  • yang semuanya adalah kategori manusia.

Tetapi jika kita memulai dengan Keberadaan, kita memulai dari:
  • hakikat ontologis,
  • eksistensi murni,
  • sumber segala ada,
  • realitas sebelum penciptaan,
  • wujud yang mendahului semua kategori.

Inilah cara Alkitab menyingkapkan diri Allah:
  • Eksistensi (Ada) → “AKU ADALAH AKU”
  • Pencipta → “Pada mulanya Elohim menciptakan…”
  • Tuhan → YHWH Allah berelasi dengan manusia
  • Imanensi → Firman menjadi daging
  • Penyertaan → Roh Kudus diam dalam orang percaya

Struktur ini bukan doktrin.

Ini adalah alur wahyu dalam Alkitab sendiri.



1.7. Dari Eksistensi ke Penyataan: Mengapa Ia Disebut YHWH

Nama YHWH yang diberikan kepada Musa bukan identitas baru.

YHWH adalah penyataan mode keberadaan ketika Ia memasuki sejarah manusia.


Karena itu Ia berkata:

“Inilah nama-Ku untuk selama-lamanya,
inilah sebutan-Ku turun-temurun.”

— Keluaran 3:15


Nama ini adalah jembatan:

antara keberadaan kekal-Nya,

dengan pengalaman manusia dalam sejarah.

Namun nama ini bukan “awal” dari Allah.

Ia sudah Ada sebelum nama itu muncul.


Ini menegaskan:

Nama adalah penyataan, bukan hakikat.

Hakikat-Nya adalah Keberadaan itu sendiri.



1.8. Tidak Ada Doktrin Pribadi atau Natur Sebelum Ada Ciptaan

Tidak ada satu ayat pun yang menyatakan:

bahwa Allah memiliki tiga pribadi sebelum dunia dijadikan,

bahwa Ia terbagi dalam tiga hipostasis,

bahwa Ia memiliki dua natur dalam diri-Nya.

Semua itu adalah konsep teologi hasil perumusan manusia.


Alkitab hanya menyatakan satu hal:

Ia Ada.

Dan keberadaan-Nya satu, tunggal, tidak terbagi.



1.9. Kesimpulan Bab 1

Sebelum ada dunia, sebelum ada manusia, sebelum Ia disebut Tuhan, Alkitab menyatakan:
  • Ia adalah Keberadaan Mutlak.
          (Keluaran 3:14)

  • Ia adalah Alfa dan Omega—bukan dalam waktu, tetapi dalam eksistensi.
          (Wahyu 1:8)

  • Ia Ada sebelum segala sesuatu tetapi tidak berasal dari apa pun.
         (Mazmur 90:2)

  • Ia baru disebut Tuhan setelah manusia mengenal-Nya sebagai Tuhan.
          (Kejadian 2:7)

  • Keberadaan mendahului penyataan.
  • Penyataan mendahului gelar.
         (Keluaran 3:15)


Dengan demikian:

Sebelum Tuhan Ada, Ada Sang Keberadaan.

Dialah fondasi sejarah, sumber realitas, dan inti dari segala eksistensi.

Bab ini membuka dasar pemikiran:

Bahwa untuk mengenal Allah, kita harus kembali bukan kepada doktrin, bukan kepada tradisi, tetapi kepada realitas keberadaan-Nya yang dinyatakan dalam Alkitab.


Heleluyah, Bapa Yesus memberkati kita semua.
—Ps. Christian Moses

0 comments:

Posting Komentar