PREAMBUL
Ketika orang mengatakan bahwa ia mempunyai masalah maka sebagai teman bicara yang baik, kita akan menimpalinya dengan bertanya, “masalah apakah yang sementara menimpamu?”. Kemudian, mungkin dengan terbata-bata ia mengatakan bahwa ia sedang mengalami masalah rumah tangga atau keluarga yang rumit, atau masalah kesehatan, pekerjaan, jabatan, keuangan dan tumpukan nama-nama masalah lainnya.
Selama udara dihirup, manusia pasti berurusan dengan masalah bahkan sampai matinya pun masih menyisakan masalah.Idealnya, TUHAN tidak pernah menciptakan masalah untuk manusia (baca Yakobus 1:13-14) tetapi sebaliknya, setelah tergoda oleh rayuan gombal si Ular Tua di Taman Eden, Hawa (yang pertama) dan Adam (orang kedua yang rela masuk demi kebersamaan) mulai “menciptakan” masalah untuk dirinya sendiri dan juga untuk TUHAN.
Tragedi Eden bukan saja menelurkan dan menetaskan dosa tetapi juga sebagai “the golden gate” masuknya permasalahan ke dalam dunia dan kehidupan manusia, – dalam pengertian dan bentuk yang seluas-luasnya – yang sejak awal kehadirannya telah menjadi isu sentral, bahkan hingga saat ini – dan saya tahu masih tetap demikian di masa-masa sesudah Anda dan saya, selama planet ini masih berotasi pada porosnya.
Yang namanya masalah atau persoalan pastilah ada pemicu atau penyebabnya. Biasanya, masalah yang kita hadapi berasal dari penyebab eksternal – seperti Hawa digoda oleh Iblis yang berdiri di hadapannya dalam bentuk ular. Dan biasanya juga lebih mudah diatasi atau pun dicari solusi penyelesaiannya dengan mengikuti nasihat atau petunjuk orang-orang tertentu yang peduli atau diajak untuk turut menyelesaikannya. Tetapi, bagaimana kalau penyebabnya internal, dari dalam diri sendiri, bahkan sebenarnya “penyebab” itu sendiri seharusnya menjadi media solusi atau tumpuan tindakan dalam menghadapi masalah. Jelasnya, setiap orang Kristen, dalam menghadapi berbagai bentuk permasalahan, selalu berupaya ataupun sebisanya berusaha menyelesaikannya dengan menggunakan iman. Pertanyaan yang timbul dan memang paling mengganggu bahkan oleh beberapa Hamba TUHAN sekalipun tidak bisa memahaminya, jika yang bermasalah adalah iman kita – sebab Anda dan saya pun tidak luput darinya.
Kompleksitas permasalahan dalam dunia ini tidak hanya dirasakan menggerogoti sendi kehidupan jasmaniah seperti kriminalitas yang terus meningkat, pengangguran yang tidak dapat ditahan laju pertambahannya setiap tahun, degradasi moral dan ketidakberdayaan hukum dalam menegakkan keadilan, rakyat yang menderita karena kekurangan sandang, pangan, papan sebagai akibat terpuruknya sistem perekonomian negara, muncul dan berjangkitnya berbagai penyakit misterius yang terus menelan korban, para teroris yang terus-menerus menebarkan teror seakan tidak bisa dihentikan aparat negara bahkan oleh pasukan paling elit sekalipun, petani yang terlalu sering gagal panen karena tidak mampu membeli obat anti hama ataupun karena bencana alam yang tidak pandang bulu serta deru perang yang tidak tahu kapan berakhir di jagad ini, penguasa bergandengan tangan dengan para konglomerat untuk merampasi, merampok dan “menelan” rakyat kecil serta membangun benteng kapitalis yang tidak bernurani.
Hembusan badai permasalahan pun ternyata dapat menerjang kehidupan rohani orang beriman sehingga efeknya bisa merembes masuk dan merusak fondasi spiritual yaitu iman itu sendiri. Akibatnya, iman bukan lagi dipakai untuk mengatasi atau menyelesaikan masalah, tetapi iman itulah yang kini bermasalah dan beresiko fatal. Bila demikian halnya maka kita telah sampai pada puncak permasalahan sejati atau bisa dikatakan bahwa inilah masalah kehidupan yang sesungguhnya.
Memang dengan adanya masalah menunjukkan bahwa proses kehidupan masih berlanjut. Selama bumi dipijak dan langit dijunjung, selama roda kehidupan masih terus berputar maka “masalah” menjadi label yang “tidak bermasalah”; tetap melekat pada kehidupan ini apapun nama dan istilah yang diberikan padanya.
Dalam kehidupan para pemercaya kepada Yesus Kristus, kata iman sangatlah familiar bagi indera pendengar. Setiap orang Kristen, mulai dari anak-anak Sekolah Minggu sampai kakek-nenek tahu dan sering mempergunakan kata yang unik ini. Bahkan bukan saja dalam kekristenan kata ini diucapkan dan dipraktekkan; mereka yang non-kristen pun mengatakan/menyebut iman atau beriman, sesuai dengan pemahaman dasar/doktrin kepercayaan masing-masing. Kata ini begitu unik dalam praktek kehidupan orang-orang yang memperguna-kannya sehingga demi iman, orang mau memberikan apa saja yang dimiliki bahkan mengorbankan siapa saja yang dianggap merintangi untuk memperoleh dan mempertahankannya.
Dalam aplikasinya, iman sering berseberangan dengan rasio bahkan cenderung untuk mengabaikan pola pemikiran manusia yang logis. Ya …, bila dimasukkan dalam sistem tingkatan, dapatlah dikatakan, iman berada setingkat di atas jangkauan inderawi atau daya nalar manusia. Iman berfungsi sebagai “media” untuk dapat mempercayai dan menerima sesuatu yang bersifat supranatural. Iman juga digunakan untuk mem-fakta-kan hal-hal yang diyakini atau dianggap mistik ataupun yang disebut sebagai TUHAN yang transenden serta menerima janji-janji-Nya.
Ada sekelompok orang (aliran pantheisme) yang mempergunakan kata ini untuk meng-iman-i bahwa segala sesuatu yang ada dalam alam semesta adalah tuhan/allah. Iman diartikan sesuai dengan versi pemahaman teologis tiap-tiap orang sehingga kata ini menimbulkan kebingungan teologis pada masyarakat yang mengakui, memiliki dan menganut sistem multi kepercayaan. Ada juga sebuah istilah lain yang sering dicampur-adukkan atau disinonimkan dengan iman yaitu percaya; sehingga semakin komplekslah permasalahannya.
Beberapa kata telah menjadi seperti tirai-tirai yang sudah pudar akibat terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama. Seringnya terjadi penggunaan dan penyalahgunaan kata telah memudarkan warnanya dari arti sesungguhnya sampai kata-kata itu tidak lagi dikenal. Kata-kata seperti itu dari waktu ke waktu perlu dikaji kembali untuk memastikan bahwa penggunaannya tetap konsisten dengan makna yang terkandung di dalamnya.
Masih cukup banyak orang Kristen mengaburkan kunci iman dengan kunci-kunci palsu, kunci-kunci yang banyak kemiripannya dengan iman tetapi sesungguhnya hanyalah replika-replika. Seringkali apa yang mereka anggap sebagai iman sebenarnya adalah kepongahan, atau harapan, atau keinginan pribadi, atau suatu penyangkalan akan kenyataan atau beberapa bentuk pikiran positif. Dan ketika kunci-kunci palsu itu gagal untuk membuka pintu-pintu dari janji-janji TUHAN, beberapa orang menyimpulkan bahwa mereka bukanlah bagian dari “sedikit yang dipilih” dan meninggalkan harapan untuk menjalani kehidupan dengan iman sejati.
“Iman adalah sebuah kata yang hampir memudar sehingga harus dipulihkan sebelum ia dapat memulihkan orang-orang lain,” menurut Ronald Dunn.
Dalam kekristenan, iman didefinisikan dengan jelas dalam Ibrani 11:1,
“Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat”.
Sebab...
“…tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah …” (Ibrani 11:6).
Iman kekristenan tidak berdasarkan ataupun dihasilkan oleh cerita-cerita mistik atau pun lengenda dalam masyarakat, pengaruh lingkungan, mukjizat dan lain sebagainya. Iman kristiani hanya – dan satu-satunya yang bisa menumbuhkan – timbul dari pendengaran akan firman Kristus (Roma 10:17)
Iman adalah salah satu dari tiga yang utama dalam kehidupan rohani para pemercaya kepada Yesus Kristus sebagai TUHAN dan Juruselamat (I Korintus 13:13a). Iman merupakan satu-satunya term yang tepat dan yang dibutuhkan manusia untuk menerima anugerah keselamatan dari Yahweh melalui Yesus Kristus dan hanya dengan iman orang-orang yang telah percaya kepada Yesus Kristus menerima semua janji-janji Yahweh, seperti sembuh dari suatu penyakit, berkat-berkat jasmani dan juga karunia-karunia Roh Kudus untuk pendewasaan rohani menuju kesempurnaan. Iman juga memampukan orang percaya untuk tetap bersabar dalam penderitaan, mengatasi tekanan-tekanan batin, melepaskan berkat bagi penganiaya serta dapat mengucap syukur dalam segala perkara.
Pokoknya, iman adalah saluran dimana melaluinya semua yang telah TUHAN janjikan menjadi milik kita. Melalui iman berkat-berkat yang dijanjikan menjadi berkat-berkat yang kita miliki. Renungkanlah kalimat-kalimat menarik yang tertulis dalam kitab Ibrani ini :
Dan apakah lagi yang harus aku sebut? Sebab aku akan kekurangan waktu, apabila aku hendak menceriterakan tentang Gideon, Barak, Simson, Yefta, Daud dan Samuel dan para nabi, yang karena iman telah menaklukkan kerajaan-kerajaan, mengamalkan kebenaran, memperoleh apa yang dijanjikan, menutup mulut singa-singa, memadamkan api yang dahsyat. Mereka telah luput dari mata pedang, telah beroleh kekuatan dalam kelemahan, telah menjadi kuat dalam peperangan dan telah memukul mundur pasukan-pasukan tentara asing. [Ibrani 11:32-34]
TUHAN maupun metode-metodenya belum berubah sejak kata-kata di atas dituliskan. Tidak ada cara baru untuk mendapatkan janji-janji itu; Hukum bagi kehidupan Kristen masih tetap sama, “dengan iman”.
Itulah sepintas gambaran ideal tentang berfungsinya iman yang tumbuh hanya dari pendengaran akan kebenaran firman Kristus.
Namun, hidup ini tidaklah selalu menerapkan standar idealisme bahkan bisa dikatakan bahwa lebih banyak dijumpai hal-hal yang tidak seharusnya daripada yang seharusnya dijalankan.
Kisah para murid ketika masih bersama dengan Yesus dalam kehidupan fisik yang nyata pun menunjukkan permasalahan iman yang mencolok. Berulang kali Guru Besar mereka menegur dan memperbaiki keadaan iman mereka yang rapuh dan nyaris hancur berantakan. Mereka yang lebih kurang tiga tahun hidup bersama dengan Yesus, melihat mukjizat bahkan diizinkan untuk mengadakan mukjizat pun ternyata tidak mampu memperbaiki kerusakan kualitas iman mereka. Hati mereka terlalu lemah dan sukar untuk mengerti kebenaran firman Allah yang dapat menambah kokohnya iman mereka. “… Degil … “ merupakan ungkapan kesedihan, kemarahan dan celaan Yesus kepada para murid-Nya (Markus 3:5; 16:14). Tapi iman mereka tetap … bermasalah.
Bahkan dalam perjalanan panjang pertumbuhan dan perkembangan gereja hingga abad millenium ini pun terdapat catatan hitam tentang orang-orang yang bermasalah dengan iman mereka. Ada beberapa yang oleh kasih karunia Bapa sorgawi dapat mengatasinya dan kembali menemukan iman sejati.
Bagaimana dengan Anda yang sementara serius membaca buku ini? Apakah Anda pikir bahwa iman yang Anda miliki lebih berkualitas dan lebih dapat diandalkan dalam menyelesaikan kompleksitas permasalahan hidup Anda? Atau mungkin Anda sementara terpuruk dalam kerapuhan iman yang Anda sendiri tidak tahu kapan bisa bangkit untuk merenovasinya dan atau meraihnya kembali. Bisa jadi, setelah mengikuti alur cerita dalam buku ini, Anda bisa menemukan solusinya. Sebab itu, mari lanjutkan ziarah iman ini. [lanjut... Part-2️⃣]
✋Salam Hyper Grace dalam Bapa Yesus

0 comments:
Posting Komentar