🤦♂️PERMASALAHAN BEBERAPA TOKOH IMAN
Saya, melalui tulisan ini, akan membantu Anda mengumpulkan beberapa permasalahan menonjol seputar implikasi iman dalam keseharian – memang saya tidaklah secara sempurna mengumpulkannya bagi Anda. Sebaiknya Anda tahu dan sadari bahwa saya tidak pernah bermaksud untuk menggoda dan menggoyahkan iman Anda melalui ziarah ini. Saya hanya mereferensikan beberapa cerita otentik yang dapat dipertanggungjawabkan baik yang diambil dari Alkitab maupun pengalaman hidup seseorang yang saya kenal – yang secara lisan telah mengijinkan saya untuk mengisahkannya.
Nasihat orang bijak berbunyi, “sedikit demi sedikit, lama kelamaan menjadi bukit”, menjadi acuan usaha beresiko ini. Dan kitab Ibrani memberi refrensi awal sebagai batu loncatan membentuk timbunan iman yang bermasalah.
Walau tidak bisa dikatakan secara berurutan, tetapi marilah kita memulainya dari Nuh. Kitab untuk orang-orang Ibrani mencatat bahwa Nuh adalah orang beriman (Ibrani 11:7). Nuh – dan keluarganya – telah mentaati perintah Yahweh untuk membuat bahtera – yang kemudian lebih dikenal dengan bahtera Nuh – di atas sebuah gunung. Logika manusia menolak, tetapi iman menerima dan Nuh pun melakukannya.
Tepat seperti perintah Yahweh, perahu raksasa itu dikerjakan tepat sesuai dengan ukuran yang dinginkan-Nya, binatang-binatang dan semua makhluk hidup lainnya dikumpulkan dalam bahtera. Setelah semuanya dilakukan Nuh, hujan lebat pun turunlah dan semua mata air di bumi dibukakan sehingga seluruh permukaan bumi digenangi air sampai mencapai lima belas hasta di atas permukaan gunung yang paling tinggi sekalipun hingga akhirnya air bah itu pun surut dan pelangi diletakkan di cakrawala sebagai tanda perjanjian TUHAN dengan semua makhluk penghuni bumi (baca Kejadian 6:9 s/d 9:17). Nuh tetap hidup sesuai rel imannya.
Nuh mampu melewati air bah jasmaniah dan berpikir bahwa semua hal lainnya akan berjalan sesuai aturan alamiah. Pasca bah lahiriah membuat Nuh terlena dan tidak menyadari bahwa air anggur dari kebun anggurnya sendiri akan mempermalukan dia dan “menenggelamkan” salah seorang dari tiga orang anak yang telah diselamatkannya dari air bah itu. Hanya karena merasa malu setelah sadar dari mabuknya, Nuh bertindak semena-mena dengan mengutuki Ham, darah dagingnya sendiri (bacalah Kejadian 9:18-27). Padahal orang beriman haruslah memberkati, bukan mengutuk. Orang beriman harus mengampuni dan bukan menghukum dengan kebencian. Nuh yang benar dan tidak bercela (Kejadian 6:9a) telah mencoreng wajah imannya sendiri karena dihanyutkan oleh kenikmatan anggur. (bdk. Yoel 1:5 dan Efesus 5:18b).
Orang yang mabuk anggur atau minuman beralkohol lainnya tidak bisa menguasai atau mengontrol dirinya. Syaraf motorik tidak berfungsi dengan baik karena dilumpuhkan oleh pengaruh alkohol. Bukan itu saja, rasa malu sudah tidak ada lagi pada orang mabuk. Hanya karena imajinasi, si pemabuk menjadikan dirinya sebagai superman atau salah satu superhero lainnya. Ia tenggelam dalam alam khayal sesaat. Si pemabuk tidak menyadari apa yang sedang dan telah diperbuatnya. Amarahnya gampang meledak dan tak terkendali karena tidak ada “sense of belonging” (rasa memiliki) dan “sense of mercy” (kemurahan hati). Pemabuk juga tidak memiliki rasa hormat kepada orang lain, tidak merasa bertanggung jawab dalam tiap perbuatannya, tidak bisa dipercaya dalam pengucapannya, tidak bisa menerima nasihat dan teguran. Alkohol bisa menenggelamkan iman seseorang kedalam dosa kedagingan (baca Galatia 5:19-21).
Abraham pernah mengalami kemelut iman yakni tidak mau mengakui Sara sebagai istrinya di hadapan Firaun raja Mesir – sebenarnya ia lebih menyangi nyawanya dan tidak mau jadi korban karena kecantikan istrinya (simaklah ceritanya dalam Kejadian 12:10-20). Abraham berpindah dari Mesir dan sampailah ia beserta seluruh keluarga dan budak-budaknya di Gerar. Kerapuhan imannya membuat Abraham kembali menyangkal Sara di depan Abimelekh, raja Gerar sebagai istrinya (Kejadian 20:1-14).
Yakub, “si penipu” – setelah bergumul dengan malaikat TUHAN, ia diganti namanya menjadi Israel – mengawali karir dengan membodohi Esau, saudara kembarnya. Yakub “berhasil” memanfaatkan keadaan Esau yang sedang lelah dan sangat lapar setelah melakukan perburuan binatang di padang. Yakub mengajukan penawaran barteran (tukar-menukar barang dalam berbisnis pada zaman dulu, red.) ketika mendengar Esau minta menghirup sedikit dari yang merah-merah. Bak gayung bersambut, lobi bulus ini berlangsung mulus, diterima tanpa berpikir dua kali; Esau dengan ikhlas – karena perut keroncongan – melepaskan hak kesulungannya. Dan dengan berbekal hak kesulungan, Yakub “meminta tumbal” berikut, Ishak, sang ayah kandung. Atas bantuan sepenuhnya dari Ribka, – yang juga adalah ibu kandung Esau – strategi bisnis berikut diterapkan. Target empuknya adalah Ishak, – yang sangat uzur dan kedua matanya tidak jelas lagi melihat – korbannya Esau. Dengan rencana yang matang, misi “perampokan mustahil” (seperti pada film Mission Impossible) dilaksanakan. Hasilnya? Alkitab mencatat, Yakub meraih laba yang sangat besar seumur hidupnya. Ishak meletakkan tangan atas kepala Yakub dan mencurahkan seluruh berkat buat si “sulung” Yakub tanpa sisa sedikit pun bagi si “bungsu” Esau. Berkat itu salah sasaran tapi sudah tidak bisa ditarik kembali. Dengan sangat menyesal – mungkin bercampur dengan rasa dongkol dan amarah – Esau hanya dapat berkata, “Bukankah tepat namanya Yakub, karena ia telah dua kali menipu aku” (bacalah kisahnya dalam Kejadian 25:19-33, 27:1-37).
Musa yang lemah lembut, berbelas kasihan, taat perintah dan penulis lima kitab (Pentateukh) – orang Israel, hingga sekarang menyebutnya sebagai Taurat Musa – sempat kehilangan kendali iman saat memimpin bangsa yang tegar tengkuk keluar dari perbudakan Mesir. Beberapa kali Musa harus menghadap TUHAN memohon grasi – pengampunan tanpa syarat (hak prerogatif Yahweh) – buat bangsa pilihan, Israel. Musa berhasil melunakkan hati TUHAN tetapi tidak berhasil meredakan amarahnya sendiri. Akibatnya ia tidak diperkenankan masuk Tanah Perjanjian, Kanaan, karena amarahnya yang meledak terhadap Israel. Alkitab berkata, “Tetapi TUHAN berfirman kepada Musa dan Harun: Karena kamu tidak percaya kepada-Ku dan tidak menghormati kekudusanKu di depan mata orang Israel, itulah sebabnya kamu tidak akan membawa jemaah ini masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepada mereka”. (Kejadian 20:2-12, bdk. Roma 14:23b).
Harun, sang Imam Besar, tidak berhasil menjaga kemurnian iman dan kesetiaannya kepada TUHAN ketika bangsa pilihan itu mendesaknya untuk membuat patung anak lembu tuangan dari emas. Suatu kekejian di hadapan TUHAN. Harun sepakat, bahkan berani berdiri sebagai motor penggerak dalam pembuatan patung berhala tersebut (periksa kisahnya dalam Kejadian 32:1-6).
Raja Daud, pemazmur yang tiada dua di zamannya bahkan hingga masa kita, namanya sebagai pemazmur lebih terkenal dari jabatannya sebagai raja atas Israel. Daud memiliki kelembutan dan kerendahan hati sebagai seorang pemuji TUHAN yang sejati. Namun Daud juga akhirnya harus mengakui dan memuji kecantikan Batsyeba saat – tanpa sengaja – melihatnya sedang mandi – memang akhirnya Daud kembali melakukannya dengan sengaja. Padahal Daud benar-benar sadar bahwa Batsyeba bukanlah seorang gadis perawan lagi. Batsyeba adalah istri sah dari Uria – prajurit kerajaan yang sangat setia pada Daud. Uria dikhianati oleh tuannya sendiri dan sengaja dikorbankan dengan cara menempatkannya pada barisan tempur terdepan dalam medan peperangan yang paling hebat di kota Raba. Uria gugur sebagai prajurit yang setia. Daud bukannya bersedih malah merasa gembira karena penghalang utamanya telah disingkirkan. Keinginan dagingnya terpenuhi untuk memperistri Batsyeba. Iman Daud tenggelam tiada berdaya menghadapi gelora birahi yang memuncak. Daud berzinah dan melakukan pembunuhan berencana (bacalah 2 Samuel 11).
Salomo, pemegang tahta kerajaan setelah Daud, ayahnya, sangat tersohor. Hikmat dan kekayaannya, dikatakan oleh Alkitab, tidak ada orang kedua di bumi ini yang dapat menyamainya. Alkitab mengatakan bahwa kekayaan dan hikmat Salomo belum pernah ada orang yang memilikinya dan tidak akan ada orang sesudahnya (cermatilah I Raja-raja 3:12; 10:23, II Tawarikh 1:12). Salomo memulai karir pemerintahannya secara rohani tetapi mengakhirnya dengan “daging” – akhir hidup Salomo menyakiti hati TUHAN – karena hidup berpoligami dengan para istri penyembah berhala bahkan ia sendiri turut melakukannya. Suatu catatan perkawinan yang fantastis – tiada duanya di jagad ini bahkan seekor pejantan tulen pun sukar menyamainya. Salomo memiliki tujuh ratus istri dari kaum bangsawan dan tiga ratus gundik. Ternyata untuk kasus ini, Salomo tidak cukup berhikmat menghadapi wanita-wanita cantik yang dengan senang hati menggodanya dan menjauhkannya dari ALLAH yang hidup (I Raja-raja 11:1-8).
Dengan berkaca pada akhir perjalanan kehidupan Salomo, bila dikorelasikan dengan “bangunan” iman, maka dapatlah disimpulkan bahwa imannya Salomo patah lalu ambruk berkeping-keping, tidak ada manfaatnya lagi.
Elia, nabi besar, dengan roh yang menyala-nyala, memiliki keberanian yang luar biasa, pernah berkata kepada Ahab, raja Israel, – sewaktu Ahab terlibat dalam penyembahan berhala – bahwa hujan bahkan embun tidak akan turun selama beberapa tahun sampai Elia mengatakannya lagi. Elia sedikit pun tidak takut berhadapan dan langsung menegur raja Ahab karena kegiatan penyembahan berhalanya yang telah menyakiti hati TUHAN. Bukan hanya itu, Elia bahkan menyuruh Ahab untuk mengumpulkan seluruh rakyat Israel dan juga para nabi Baal dan Asyera di atas gunung Karmel. Lalu Elia mengadakan demonstrasi iman yang spektakuler di hadapan kurang lebih delapan ratus lima puluh nabi-nabi Baal dan nabi-nabi Asyera yang disaksikan oleh seluruh rakyat Israel. Dengan iman yang luar biasa Elia bersandar sepenuhnya kepada TUHAN untuk menurunkan api dari langit, membakar korban sembelihan di atas mezbah yang digenangi air. Kuasa berhala dengan mudah dikalahkan oleh kuasa TUHAN. Nabi-nabi Baal dan Asyera tidak berdaya berhadapan dengan kekuatan iman Elia yang prima. Lalu Elia menyuruh orang-orang Israel untuk menangkap dan menyembelih nabi-nabi palsu tersebut. Kemudian dengan iman, Elia berdoa lagi untuk minta hujan diturunkan, maka jadilah demikian (ikuti kisah lengkapnya dalam 1 Raja 18).
Tetapi ironisnya, setelah tindakan yang aktraktif dan revolusioner di atas gunung Karmel, Elia mengalami apa yang disebut anti-klimaks iman. Elia, sang penakluk, di taklukkan oleh ancaman Izebel, istri raja Ahab, anak Etbaal, raja orang Sidon, penyembah berhala. Elia, pahlawan rohani Israel, mengambil langkah seribu – hal yang paling memalukan seumur hidupnya – begitu mendengar kabar bahwa Izebel akan menuntut balas atas kematian para nabi Baal bahkan ancaman pembalasan dendam tersebut akan segera dilakukan sehari setelah peristiwa berdarah gunung Karmel. Gua menjadi pilihan terakhir untuk bersembunyi dan berlindung; bukan TUHAN. Seperti gelap dan buntunya ruangan dalam gua, demikianlah keadaan iman Elia. Ketakutan yang merasukinya telah melenyapkan iman dan bahkan semangat hidupnya. Selama beberapa waktu, Elia hidup sebagai pengecut, paranoid, kehilangan jati diri sebagai prajurit Yahweh – meninggalkan pembantu setianya di Bersyeba – bahkan bersembunyi di dalam gua dan berdoa minta mati. Suatu kerapuhan iman yang menyayat – terjadi dalam waktu yang sangat singkat – menimpa Elia.
Dia tidak dikalahkan dan menyerah saat berhadapan dengan kesombongan si raksasa Goliat atau sejumlah prajurit Amalek namun Elia “terjerembab” di bawah kelembutan ucapan beracun seorang perempuan kafir yang mengendalikan jalannya pemerintahan Ahab – raja Israel yang telah seratus persen dikuasainya. Kemenangan puncak gunung Karmel berubah menjadi kepedihan yang mengiris di lembah. Kegentaran dan getirnya kepahitan hidup telah menyurutkan langkah iman Elia saat ia berkaca pada sejarah para nabi yang telah menjadi korban kedengkian dan kebengisan Izebel. Tapi mungkin, Anda pun sementara bersembunyi dari berbagai ancaman rohani yang serius.
Setelah beberapa permasalahan iman yang dimiliki oleh tokoh-tokoh iman Perjanjian Lama, kita pun dapat menyebut beberapa lagi dalam Perjanjian Baru seperti yang pernah dialami oleh seluruh murid Yesus; tanpa kecuali.
Petrus adalah yang paling menyolok dalam masalah ini. Ia – dengan iman – pernah meminta Yesus untuk memperkenankannya berjalan di atas air tapi baru beberapa langkah mendekati Yesus, ia bimbang, akibatnya hampir tenggelam. Untung ada Yesus di dekatnya (bacalah Matius 14:28-31). Petrus yang sama pernah mengeluarkan pernyataan imannya kepada Yesus di hadapan para murid yang lain bahwa ia berani masuk penjara bahkan bersedia mati bersama-sama dengan Kristus (lihat Lukas 22:33). Tapi ternyata kekuatan imannya tidak lewat sehari. Dengan mengutuk dan bersumpah, ia menyangkal Yesus sebanyak tiga kali di hadapan banyak orang. Yesus dikhianati bukan saja oleh Yudas Iskariot tapi juga oleh Petrus, murid andalan-Nya bahkan tak terkecuali semua murid-Nya yang lain (cermatilah Matius 26:35; 56).
Saya tidak akan menambah panjangnya daftar permasalahan yang diceritakan oleh Alkitab, – karena Anda pun mungkin memiliki refrensinya lebih dari yang dapat saya tuliskan – tapi pada kesimpulannya, mereka adalah tokoh-tokoh iman yang pernah terpuruk dalam pelbagai permasalahan yang menggerogoti iman mereka. Mari geserkan posisi baca Anda ke topik berikutnya.
[lanjut... Part-9️⃣]
✋Salam Hyper Grace dalam Bapa Yesus

0 comments:
Posting Komentar