Halaman

Minggu, 16 November 2025

HAKIKAT DALAM TEOLOGI PROPER


PENGERTIAN "HAKIKAT/HAQIQAT/HAKEKAT"



▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
Secara leksikal, kata Hakikat berarti kebenaran atau yang benar-¬benar ada. Kata ini juga dapat diartikan sebagai "milik (ke¬punyaan) atau benar (kebenaran)".

Asal-usul kata (etimologi) "HAKIKAT" dari bahasa Arab, "Al-haqq" (kata benda) yang berarti inti sesuatu, puncak atau sumber dari segala sesuatu.
▬▬▬▬▬▬▬
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata "Hakikat" memiliki dua definisi, yaitu :


•~►1. Intisari atau dasar. Contoh : hakikat manusia adalah makhluk ciptaan TUHAN yang terdiri dari roh, jiwa dan tubuh.

•~►2. Kenyataan yg sebenarnya (sesungguhnya): Contoh : pada “hakikat”nya semua manusia telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan TUHAN.

Sinonim dari kata "HAKIKAT" adalah : akar, asas, dasar, esensi, induk, inti, kehakikian, kenyataan, pokok, prinsip.

Kesimpulannya :
▬▬▬▬▬▬▬

Hakikat adalah kalimat atau ungkapan yang digunakan untuk menunjukkan makna yang yang sebenarnya atau makna yang paling dasar dari sesuatu seperti benda, kondisi atau pemikiran.
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

Kutipan penjelasan "HAKIKAT" dari Jalius, HR :
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

♦ Hakikat adalah berupa apa yang membuat sesuatu terwujud. ♦

Dengan kata lain dapat dirumuskan, hakikat adalah unsur utama yang mewujudkan sesuatu.

Hakikat mengacu kepada faktor utama yang lebih fundamental. Faktor utama tersebut wajib ada dan merupakan suatu kemestian. Hakekat selalu ada dalam keadaan sifatnya tidak berubah-rubah. Tanpa faktor utama tersebut sesuatu tidak akan bermakna sebagai wujud yang kita maksudkan. Karena hakekat merupakan faktor utama yang wajib ada, maka esensi-nya itu tidak dapat dipungkiri atau dinafikan.

Keberadaannya (eksistensi-nya) itu di setiap tempat dan waktu tidak berubah. Dengan kata lain hakikat itu adalah pokok atau inti dari yang ada. Tidak akan pernah ada sebuah atribut jika tidak ada hakikat.

Untuk lebih memudahkan pemahaman kita selanjutnya, ada baiknya mari kita mengenal hakikat manusia sebagai contoh.

Hakikat merupakan inti pokok dari sesuatu, dengan hakikat itulah sesuatu bereksistensi. Maka pada manusia yang merupakan makhluk (ciptaan) Tuhan terbentuk atau terujud oleh dua faktor utama yakni jasad dan roh. Jadi hakikatnya itu juga sebagai esensi dari manusia yakni ikatan atau perpaduan ”jasad dan roh“. Dalam hal ini perlu diingat adalah setelah roh ditiupkan atau dimasukkan kedalam jasad oleh sang Maha Pencipta, maka roh tersebut berubah namanya menjadi nafs (arab) atau jiwa (Indonesia).

Suatu hakikat adalah satu kesatuan yang tidak dapat dibagi dalam bereksistensi. Semua faktor utama hakikat itu terintegrasi atau menyatu dalam satu sistem. Dengan kata lain hakekat mengacu kepada hal-hal yang lebih permanen yang tidak terpengaruh oleh situasi dan kondisi. Juga tidak terpengaruh oleh ruang dan waktu. Suatu hakikat lebih mantap dan stabil serta tidak mendatangkan sifat yang berubah-rubah, tidak parsial ataupun yang bersifat fenomenal. Maka yang namanya manusia (an–nas) adalah makhluk Tuhan yang memiliki “jiwa dan raga”.

Keharmonisan ikatan (integritas) jiwa dan raga tersebut menjadikan manusia dapat bereksistensi (ber-ada).

Hakikat dapat menjalankan fungsi-fungsi kemanusiaan dalam berbagai bentuk kegiatan. Pada ” hakekat ” itu terletak (terdapat) hal-hal lain yang menjadi atribut manusia. Seperti kutipan sebelum ini “manusia sebagai makhluk pribadi, manusia sebagai makhluk sosial, manusia sebagai makhluk susila, manusia sebagai makhluk religius” ditetapkan sebagai apa yang harus dikerjakan di dalam keseharian hidupnya. Bukan pekerjaannya sebagai hakikat akan tetapi adalah “apa yang ada” pada diri manusia itu.

Jika jiwa berpisah dengan raga maka hilanglah sebutan manusia. Kalau jasad saja namanya mayat dan jiwanya berubah namanya kembali sebagai roh. Dengan demikian kalau satu saja di antara faktor utama itu yang ada maka manusia tidak bisa bereksistensi, apa yang disebut sebagai manusia tidak ada, dan fungsi-fungsi dari manusia itu tidak dapat dijalankan. Itulah yang disebut dengan manusia telah mati. Ketentuan itu berlaku dimana saja dan kapan saja.

Silahkan dikorelasikan dengan konsep "Allah Trinitas" hasil Konsili Nicea thn 325 (Konsili Nicea 1) atau pemahaman "Trinitas" gereja2 saat ini yang yang mengatakan : “Ada satu Allah yang benar dan satu-satunya, tetapi di dalam keesaan dari Keallahan ini ada tiga Pribadi yang sama kekal dan setara, sama di dalam hakekat tetapi beda di dalam Pribadi” (Ryrie, Teologi Dasar, Jilid 1, hal. 72).
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

Ingatlah perkataan Filsuf, Teolog, Uskup & Pujangga Gereja purba, Agustinus dari Hippo (bahasa Latin: Aurelius Augustinus Hipponensis, lahir 13 November 354 – meninggal 28 Agustus 430 pada umur 75 tahun), atau biasa dikenal dengan Santo Agustinus :

▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
“Kalau engkau memahami-Nya, Ia bukan lagi Allah”
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
Ironisnya gereja Katholik telah membuat KONSEP/RUMUSAN/ FORMULASI "Allah Trinitas" dalam Konsili Nicea, 325 sebagai PEGANGAN (STANDAR BAKU) DOKTRINAL utk "MEMAHAMI" TUHAN secara KOMPREHENSIF (baca kembali pernyataan St. Agustinus di atas).


PERHATIKAN FIRMAN TUHAN :
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

Beginilah firman TUHAN, Penebusmu, yang membentuk engkau sejak dari kandungan; "Akulah TUHAN, yang menjadikan segala sesuatu, yang seorang diri membentangkan langit, yang menghamparkan bumi -- siapakah yang mendampingi Aku? -- (Yesaya 44:24)


KJV + INTERLINEAR :
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
Thus saith <'amar> the LORD, <Y@hovah> thy redeemer, <ga'al> and he that formed <yatsar> thee from the womb, <beten> I am the LORD <Y@hovah> that maketh <`asah> all things; that stretcheth forth <natah> the heavens <shamayim> alone; that spreadeth abroad <raqa`> the earth <'erets> by myself;



catatan :
▬▬▬▬
JANGANLAH MEMBINGKAI & MENGURUNG TUHAN/YHWH dalam TEMPURUNG LOGIKA MANUSIA yang SUPER TERBATAS.

0 comments:

Posting Komentar