Halaman

Sabtu, 22 November 2025

CURAHAN KASIH KARUNIA 👉(Seri-3️⃣)

 


IMAN YANG MENERIMA ANUGERAH KESELAMATAN KEKAL


Rujukan pemahaman dasar di atas, mengantar kita pada inti proyek terbesar sepanjang sejarah manusia yang telah selesai dikerjakan di bukit paling menjijikkan dan menakutkan setiap kita yang menyadari bahwa seharusnya masing-masing kitalah yang – sesuai putusan paling adil dari Hakim Agung alam semesta – dipaku di sana … di bukit alam maut, bukit Golgota. Anda tidak akan pernah memahaminya hanya karena sejarah, bahkan sekalipun Anda berada disana – karena memang kita semua telah berada disana dan turut mengeksekusi-Nya – ketika puncak kehinaan dan penderitaan yang dipersembahkan seorang Anak Manusia sebagai karya terbesar sepanjang sejarah kehidupan kepada Bapa-Nya.

Salib tidak bisa diterima dan dipahami oleh logika ataupun nalar seorang profesor walau ia harus pergi ke bukit itu untuk membuktikan hasil penelitiannya. Rasio seorang peneliti paling brilian pun tidak akan bisa menerima fakta bahwa ia mendapat anugerah keselamatan karena silangan dua balok kasar secara vertikal dan horisontal yang padanya dipakukan sang Juruselamat, Yesus Kristus, Anak Allah yang hidup.

Salib adalah suatu kebodohan besar bagi mereka yang ber-ilmu tapi merupakan anugerah (yang sebenarnya saya pun tidak layak untuk menerimanya) bagi mereka yang ber-iman. Hanya bermodalkan iman, Anda diperkenankan untuk menghampiri dan menerima hadiah maha indah, keselamatan untuk hidup kekal bersama Bapa sorgawi.

Adalah sangat absurd ada orang yang ngotot mengatakan bahwa imannya bisa membawa dia ke sorga dengan mengabaikan salib Kristus. Iman yang seperti ini adalah iman sekuler, rekayasa pikiran manusia dan sorga yang menjadi tujuannya, hanya sebuah ilusi yang kosong melompong.

Alkitab dengan sangat jelas mengatakan bahwa manusia diselamatkan karena kasih karunia yang diterima oleh iman.

Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu; jangan ada orang yang memegahkan diri. – Efesus 2:8-9 –

karena, 

“ … keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan."  – Kisah Para Rasul 4:12 –

 “Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah TUHAN, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan.” – Roma 10:9 –

…Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku”– Yohanes 14:6 –

dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorang pun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku”. – Yohanes 10:28 – 

Kita bisa menerima perkataan firman TUHAN hanya melalui iman, sebab segala sesuatu yang tidak berdasarkan iman adalah dosa (bacalah Roma 14:23b).

Firman TUHAN mengatakan bahwa semua manusia telah berdosa dan telah kehilangan kemuliaan ALLAH. Tidak ada seorang pun yang benar. Tak ada lagi kebaikan pada manusia. Tidak ada seorang pun yang mencari TUHAN. Manusia tidak lagi merasa takut akan TUHAN. Semua orang telah menyeleweng, – termasuk Anda dan saya – sehingga membuat TUHAN menyesal melihat keadaan manusia yang kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata (lihat, Roma 3:10-18, Kejadian 6:5-6).

Dosa telah menancapkan cakarnya sampai ke dasar hati manusia sejak peristiwa tak terlupakan sepanjang sejarah di Taman Eden. Berawal dari sebuah selera makan yang tak terbendungi, Adam dan Hawa membuat keputusan – bagi kita yang hidup saat ini merasakan akibatnya dan mengatakan, “ini tidak adil, seharusnya mereka tidak melakukannya untuk saya” – yang memiliki efek paling mematikan sebagai suatu bentuk terapan dari apa yang mereka sebut kehendak bebas – dalam dunia modern kita menyebutnya dengan istilah HAM = hak azasi manusia. 

Suka atau tidak, setuju atau pun menolaknya, “manusia sempurna pertama” telah mewakili kita semua – yang tentu telah cacat total sebelum karya agung penebusan Kristus – dalam mempergunakan kehendak bebas otonom, memutuskan melakukan apa yang menjadi keinginan inderanya dan bukan apa yang seharusnya ditaati. Sebuah keputusan selera telah merusakkan hubungan yang harmonis dengan ALLAH, sang Pencipta bahkan menempatkan manusia seantero jagad ini dalam kegelapan nurani yang sangat pekat dan mendudukkan kita di atas kursi terdakwa hukuman mati abadi. Kursi terdakwa itu sebenarnya tidak dibuat untuk kita – hanya untuk iblis dan kroni-kroninya. Keputusan berdasarkan kehendak bebas otonom ini telah memindahkan hak waris kerajaan ALLAH yang kekal kepada kerajaan kegelapan yang abadi. 

Sorga mencatat dan mengatakannya dengan sangat jelas ke telinga nurani masing-masing kita, “kehendak bebasmu telah kadaluwarsa, sayang …! Tidak ada cadangannya untuk membuat Anda kembali berkomunikasi dengan Bapa, khalik langit dan bumi seperti sedia kala. Dan bukan itu saja, Anda mendapatkan kebebasan yang tak terkendali untuk masuk melalui jalan yang lebar, yang ujungnya adalah kebinasaan kekal. Dipersilahkan…. Bukankah kalian semua telah memilih, menimbang dan memutuskan berdasarkan hak azasi?”

Manusia pertama, bisa saja tidak menyadari bahwa – walaupun TUHAN, Allah telah langsung menyampaikan konsekuensi logis akibat pembangkangan karena ketidaktaatan – berawal dari sebuah keinginan yang ditawarkan iblis untuk memiliki persamaan hak dan kedudukan yang sama dengan ALLAH – telah membuka “lahan gembur” bagi benih jahat bertumbuh, berbuah dan terus berbuah-buah. “Buah jahat pertama” adalah Kain, pembunuh manusia pertama di dunia – saya tidak tahu siapa yang akan menjadi pembunuh terakhir di bumi ini. Dosa langsung menunjukkan hasil awal yang gemilang. Benih pembangkangan, pemberontakan, ketidaktaatan, ketidaksetiaan ditabur Iblis dalam kehidupan Adam-Hawa dan tuaian pertama adalah anak sulungnya sendiri. Benih lain ditabur lagi pada keturunan Adam berikutnya, bertumbuh dan memperlihatkan buah dosa yakni Lamekh (Kejadian 4:23). Benih jahat tidak pernah berhenti ditabur selama manusia masih menjadi penghuni bumi. Dan akan terus memperlihatkan hasil maksimalnya. Bagaikan “tentakel gurita” yang tak pernah berhenti menempel, menyedot dan membunuh mangsanya. Atau seperti kanker stadium akhir yang menggerogoti seluruh sistim saraf, melumpuhkannya dan membunuh manusia.

Seorang teman baik saya, dr. Jevy Kairupan, dokter Ahli Penyakit Dalam (Internist) yang kini bertugas di Rumah Sakit Gorontalo, mempunyai falsafah hidup yang mengakar, “Walau seseorang memiliki segala kekayaan duniawi. Uang yang berlimpah. Tapi tidak mungkin orang tersebut akan memakai dua pasang sepatu sekaligus, atau mengendarai dua buah mobil dalam saat bersamaan walau dia memiliki sepuluh mobil mewah. Hidup ini haruslah dinikmati dan disyukuri. Itulah kebenaran yang dinyatakan oleh Alkitab.” Ia juga yang mengatakan bahwa secara medis, bila seseorang telah mencapai stadium empat karena kanker, tidak ada obat untuk menyembuhkannya kecuali mukjizat TUHAN. Pendapat serupa juga disampaikan oleh dokter Super-spesialis Bedah Tumor Kandungan yang berpraktek di Manado, ketika berkunjung di kantor saya. Dokter ini mengatakan bahwa ada seorang ibu dari desa terpencil di Minahasa Selatan menjadi pasiennya karena menderita kanker mulut rahim. Penyakit ini telah mendekati stadium akhir dan sangat ganas. Segala kemampuannya yang selama bertahun-tahun mengikuti pendidikan di kedokteran dengan spesialisasi bedah tumor kandungan ternyata tidak berdaya. Kesimpulan akhir, dokter menyerah dan berkata, “untuk kasus ini, hanya mukjizat TUHAN-lah obatnya, tidak ada pilihan lain”.

Ya, dalam kehidupan rohani pun kita semua tentulah sepakat untuk mengangkat kedua belah tangan tanda tak berdaya dan hanya bisa berkata, “untuk kasus ini,  – sesudah dengar vonis mati abadi karena Hakim Agung langit dan bumi menyatakan kanker dosa stadium akhir telah dan sedang menggerogoti seluruh sistem saraf rohani kita – hanya mukjizat TUHAN-lah yang dapat menyelamatkan kehidupan kita”.

Di hadapan ALLAH, dosa – apa pun bentuknya – adalah kanker stadium akhir yang berbau busuk dan mematikan. Diagnosa Ilahi telah disampaikan, dan kita hanya bisa menunggu ajal menjemput. Tidak ada lagi pertimbangan alternatif. Semua sistem saraf telah dilumpuhkan oleh pilihan manusia yang fatal itu. Semua telah mencapai klimaksnya. Eksekusi hanyalah masalah waktu. Tetapi …, Allah mau melakukan apa yang tidak bisa diterima otak kita. Mukjizat, ALLAH, sang pemberi nafas hidup, berbelas kasihan dan masih mau melanjutkannya bukan hanya di dunia ini tetapi akan tetap hidup bersama-Nya di sorga.

Kalau vonis mati kekal diakibatkan karena keputusan pilihan manusia yang fatal, maka vonis bebas murni untuk hidup kekal adalah keputusan dari kerelaan kehendak ALLAH yang berdaulat. Apakah ada alasan logisnya….? Apakah karena manusia masih memiliki sisa-sisa “kehendak bebas” untuk secara sadar kembali memohon ampunan-Nya…? Masih adakah secuil kebaikan yang tersisa dari kehendak bebas – kadaluwarsa – sehingga Hakim itu perlu mempertimbangkannya…? Anda lupa …? Alkitab menuturkan bahwa TUHAN, Allah, telah menyampaikan aturan mainnya, langsung pada Adam. Kalau buah pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat dimakan maka kamu pasti mati (baca kembali Kejadian 2:16-17). Atau yang terakhir, karena Anda dan saya patut dikasihani….? Jawabannya, “tidak karena alasan apa pun atau siapa pun di bumi ini. Pun bukan pertimbangan manusiawi, mukjizat itu terjadi atas kita. Yang benar adalah Kristus di sorga yang tergerak oleh belas kasihan – sekali lagi bukan karena saya patut dikasihani –  menyatakan diri-Nya siap menggantikan dan menjalani eksekusi mati demi kita di hadapan Hakim Agung, Bapa-Nya sendiri”.

Ijinkan saya menyampaikan kilasan imajinasi rohani saya tentang peristiwa yang melatar-belakangi terjadinya “mukjizat” penyelamatan manusia.

Silahkan ikuti – walau ini tidak boleh dijadikan kebenaran mutlak. 

Disana, disuatu tempat yang bernama sorga, ALLAH mengadakan sidang paripurna untuk membahas mega-proyek penciptaan alam semesta setelah usaha kudeta yang gagal dilakukan oleh Lucifer, yang kemudian disebut Iblis. Dalam rapat tertutup tersebut, – yang dihadiri dan diliput oleh para malaikat – dibicarakan persiapan-persiapan awal, waktu penciptaan, struktur ciptaan dan segala kemungkinan lain yang bisa terjadi selama proses dan sesudah penciptaan.

Awalnya, semua berjalan sesuai agenda rapat, tidak ada masalah yang berarti. Tetapi, ketika pembahasan sampai pada rencana penciptaan hari ke-enam yang merupakan puncak proyek tentang “manusia”, masalah sangat serius pun muncul dan mengganggu kelancaran sidang Dewan Kehormatan Sorga.

Masalahnya adalah konsekuensi paling logis sebagai akibat dari pemberian kemampuan untuk memilih melalui pikiran dan perasaan pada manusia saat diciptakan, dimana TUHAN sendiri berkomitmen untuk tidak mencampurinya ataupun melakukan intervensi atasnya. Sorga hening sejenak memikirkan efek negatif keputusan ini. Akan menjadi serangan balik yang harus benar-benar diwaspadai, bukan pada kerusakan yang ditimbulkan di sorga tetapi kehancuran kehidupan manusia itu sendiri karena berdampak hilangnya kemuliaan ALLAH yang ada padanya. Menurut rencana, manusia diciptakan untuk hidup kekal dan menggantikan posisi para malaikat – tidak dapat dikatakan sedikit ataupun banyak karena malaikat tidak dapat dihitung dengan jari kita – yang jatuh karena pemberontakan terhadap yang Maha Kudus, Yahweh. Manusia harus berdiri di altar TUHAN untuk memuji dan menyembah-Nya. Tapi berdasarkan kemaha-tahuan-Nya,  manusia pasti akan terjebak oleh tipu muslihat si Lucifer dan kroni-kroninya yang dicampakkan dan sama-sama menjadi penghuni bumi. Dan TUHAN pun tahu sebelumnya bahwa manusia tidak bisa menggunakan kehendaknya untuk mempertahankan gambar dan rupa ALLAH yang ada padanya. Masalah ini harus dikupas tuntas sebelum proyek dilaksanakan. Sorga kembali hening, berpikir dan terus menganalisa dampak lingkungan yang segera akan dirasakan oleh manusia kalau ia melanggar aturan.

Beberapa saat kemudian, keheningan terpecah; sebuah pengakuan tulus yang digerakkan oleh kerelaan kehendak yang absolut dari sang Anak, “Bapa…, bila pelanggaran itu terjadi maka tanggungkanlah semua akibatnya itu padaKu. Aku akan membenarkan, menguduskan dan menyelamatkan mereka, berapa pun harga yang harus dibayar dan besarnya resiko yang harus Ku-tanggung. Bapa, proyek penciptaan tidak boleh ditunda” (bacalah Efesus 1:4-5, I Korintus 1:30).

Sidang kembali dilanjutkan. 

“Tapi apakah Engkau sudah memikirkan resiko paling mengerikan yang akan terjadi? Engkau harus turun tahta, keluar dari Istana tanpa bekal apapun. Semua hak istimewa dicabut. Kuasa-Mu dibatasi. Hidup dalam kehampaan, kemiskinan, kehinaan, penderitaan. Engkau haruslah mengambil rupa manusia yang serba terbatas. Mengapa Kamu mau menukar kekekalan dengan kalender? Hidup dalam raga manusia yang rentan tekanan. Pertimbangkan ini, Engkau akan mengadakan suatu perjalanan panjang dalam kehidupan bumi yang memprihatinkan. Lahir di kandang binatang yang tidak manusiawi, meniti karir lewat cobaan berat di padang gurun, dikhianati orang dekat, disangkali dan dikutuki oleh murid andalan-Mu yang baru beberapa saat sebelumnya menyatakan siap dipenjara bahkan mati bagi-Mu  dan ditinggalkan murid-murid lain ketika Engkau sedang menapaki jalan salib. Mereka yang Kau sebut sahabat dan anak-anak berubah menjadi pengecut dan pengkhianat. Mereka yang Kau anggap saudara sebangsa mengaku tidak mengenal-Mu, menolak dan dengan sangat keras berteriak, “salibkan Dia”. Saudara-saudara-Mu lebih memilih untuk membebaskan seorang penjahat besar daripada mengingat semua kebaikan dan mukjizat yang telah Kau nyatakan di tengah-tengah mereka. Mereka akan menampar, meludahi, mengolok-olok, mencaci-maki dan memahkotai-Mu dengan mahkota duri buatan tangan manusia. Engkau akan dikejar-kejar seperti seorang penjahat, ditangkap di depan murid-murid-Mu, diseret ke ruang pengadilan, dinyatakan bersalah, dan dijatuhi hukuman mati oleh ciptaan-Mu sendiri. Kau yang tidak mengenal dosa akan diperlakukan sebagai orang yang sangat berdosa dan digantung sebagai seorang yang terkutuk diantara para penjahat. Anak-Ku, Engkau akan mengakhiri perjalanan karier-Mu lewat penderitaan yang sangat mengerikan, tidak berperi kemanusiaan. Tidak ada belas kasihan bagi-Mu. Dan, Anak-Ku, saat yang paling menyakiti dan sangat mengecewakan-Mu terjadi ketika Aku, Bapa-Mu juga akan meninggalkan-Mu seorang diri melewati puncak penderitaan yang menyayat itu. Aku terpaksa melakukannya demi keadilan-Ku sendiri. Itulah total harga yang harus Kau bayar dengan tubuh dan darah-Mu, bahkan nyawa-Mu sendiri. Anak-Ku, coba pertimbangkan sekali lagi sebelum Engkau benar-benar menyesali keputusan-Mu pada akhirnya”.


Dan terdengarlah jawaban yang mantap dan tegas, penuh tanggung-jawab pada sang Bapa, “keputusan-Ku sudah bulat dan tidak dapat ditarik kembali. Bapa yang adil, jatuhkanlah cawan murka-Mu atas-Ku dan ampunilah mereka. Kasih-Ku bagi mereka jauh lebih besar dari segala penderitaan yang harus Ku jalani bahkan Aku telah bersedia memberi nyawa-Ku ganti mereka. Bapa, Aku tidak pernah akan menyesal dengan keputusan kasih-karunia-Ku ini”.

Akhirnya, sidang Dewan Kehormatan pun ditutup setelah semua agenda pembicaraan selesai dibahas dan mega proyek pun setuju untuk dilaksanakan – semuanya telah dilaksanakan.

Selanjutnya, saudaraku, Kristus, berdasarkan kasih dan kedaulatan kerelaan kehendak-Nya telah memutuskan untuk menyelamatkanmu – juga semua orang lainnya – tanpa syarat apa pun. Kisah Bukit Tengkorak dan semua yang terjadi atas-Nya adalah fakta sejarah yang telah teruji validitasnya tanpa sedikitpun unsur mitos yang melegenda. Seorang mantan ateis telah melakukan perjalanan panjang   – lebih dari enam ratus hari – untuk membuktikan “dokumen” iman kristiani yang sejati. 

Setelah melakukan rangkaian investigasi pribadi terhadap beberapa pakar teologis, arkeolog, ahli sejarah kuno, ahli hukum, psikolog sampai pada pembuktian paling beresiko secara medis oleh patolog forensik terkemuka dunia, ahli radiology terkemuka Amerika dan beberapa lainnya dengan menghabiskan cukup besar dana untuk berpindah-pindah dari kota ke kota bahkan dari satu negara bagian ke negara bagian lainnya di Amerika hanya untuk bertemu dengan orang-orang yang paling berkompeten dan sangat obyektif dalam berpendapat, penulis buku “Pembuktian atas Kebenaran Kristus (The Case For Christ)”, Lee Strobel – yang juga bergelar Master Ilmu Hukum, memiliki pendidikan jurnalisme dan sebagai reporter Chicago Tribune – secara tegas menyimpulkan, 

“Yesus yang diimani sama dengan Yesus yang historis. Bagi saya, data yang ada menunjukkan secara menyakinkan bawa Yesus adalah Anak Allah yang mati sebagai ganti saya untuk menanggung hukuman yang layak saya terima atas kesalahan yang telah saya lakukan”.  Saya tidak perlu berjuang dan berusaha keras untuk berupaya melakukan hal yang tidak mungkin untuk membuat diri saya layak. Terus dan terus Alkitab mengatakan bahwa Yesus memberikan pengampuanan dan kehidupan kekal sebagai pemberian Cuma-Cuma yang tidak dapat diusahakan. Itu disebut kasih karunia –amazing grace–, kasih karunia yang menakjubkan, kemurahan yang tidak layak diterima. Itu tersedia bagi siapa saja yang menerimanya dalam doa pertobatan yang sungguh-sungguh. Ya, saya harus mengambil suatu langkah iman, seperti yang kita lakukan dalam setiap keputusan yang kita ambli dalam kehidupan. Namun inilah perbedaan pentingnya: saya tidak lagi berusaha berenang melawan arus bukti yang kuat; sebaliknya saya memilih untuk pergi kearah yang sama dengan arah ke mana fakta-fakta mengalir deras. Itu masuk akal, itu rasional, itu logis. Lebih lagi, dalam suatu cara yang batiniah dan tak dapat dipahami, itulah juga yang saya rasa Roh TUHAN mendorong saya untuk melakukannya”.

Dan kita semua – sebaiknya harus – memutuskan untuk menerima anugerah maha-besar itu tanpa dalih dan menunda-nunda waktu. Hanya dengan mempercayai-Nya, beriman pada-Nya, saudara pasti diselamatkan dan dijamin benar-benar selamat sampai masuk ke dalam kerajaan-Nya (baca Efesus 1:13-14).

Salib Kristus adalah jembatan penyeberangan kasih karunia yang hanya oleh iman – saya tahu, itu juga adalah pemberian-Nya – kita melangkah dengan pasti dibawah pimpinan Roh Kudus sebagai Parakletos menuju keselamatan sempurna yang disediakan bagi kita sebelum dunia dijadikan (Efesus 1:3-11).

Memang dalam praktek kehidupan yang nyata di dunia yang semakin tua dan tidak mampu lagi menata dirinya, Kristus bukanlah satu-satunya jalan kehidupan menuju sorga – walau Alkitab sudah sangat jelas mencatat bahwa dibawah kolong langit tidak ada nama lain yang olehnya manusia bisa selamat, hanya di dalam nama Yesus Kristus kita memperoleh jaminan untuk sampai ke sorga yang sesungguhnya, dimana Bapa berada dan bertahta.

Manusia memiliki dan memilih alternatif “jalan ke sorga” sesuai keputusan pikiran dan perasaan lewat kehendaknya yang telah kadaluwarsa tersebut. Manusia mulai menciptakan agama – yang dalam bahasa Sansekerta berarti “tidak kacau” – sesuai dengan situasi dan kondisinya, sesuai dengan selera spiritualnya yang buta untuk menuntunnya ke “sorga yang gelap gulita”. Ironis memang. Manusia lebih memilih mengikuti jalan agama – walau seringkali mengacaukannya –  berdasarkan selera supaya bisa memperoleh hidup, kebahagiaan, sukacita dan firdaus yang kekal. Tapi “kebenaran” ini tidak bisa dibungkus rapih untuk menutupi bangkai “iman” yang diproduksi agama. Anda bisa bayangkan, kekacauan macam apa yang disodorkan oleh 40.000 agama di planet bumi ini dimana semuanya menawarkan sorga dan cara untuk mencapainya sesuai versi masing-masing.

Sekelompok manusia merasa begitu frustrasi untuk mengikuti jalur agama memilih untuk memper-tuhan-kan diri sendiri dan sama sekali tidak mengakui adanya pencipta alam semesta. Mereka mengikuti ajaran Darwin tentang teori Evolusi – yang menempatkan mereka sebagai keturunan kera. Dan sebagai konsekuensi logisnya, mereka mendapat sebutan kaum ateis (kafir).

Segelintir manusia lain memilih paham paganisme untuk melihat kehidupan dan moralitas didalamnya. Kelompok ini menghayati kehidupan sebagai neraca pembukuan, dimana perbuatan-perbuatan baik dicatat sebagai aktiva dan perbuatan-perbuatan jahat pada lajur pasiva. Coba Anda buatkan neracanya dan mulai menghitung... untung atau buntung...? Bagaimana? Apakah Anda – dengan kejujuran nurani yang masih tersisa – mau mengatakan bahwa seberapa pun besarnya perbuatan baik tidak mampu menghapus noda dosa yang tercatat dalam neraca pembukuan kehidupan Anda? Dan tentu saja, kita semua – termasuk saya – sadar bahwa kita memiliki jauh lebih banyak catatan dosa dari sekedar yang dapat kita ingat dan bukukan.

Sebagiannya lagi berkeyakinan bahwa alam semesta beserta isinya adalah karya cipta dari TUHAN Yang Esa. Tapi anehnya, Dia, Yang Maha Esa, itu tidak bisa menunjukkan jalan “yang esa” juga supaya manusia ciptaan-Nya tidak repot-repot lagi mengikuti “ujian multiple choice” hanya untuk mencari jawaban manakah yang paling tepat jika ingin sampai ke sorga dengan terjamin keselamatannya. Aneh memang – semoga Anda pun merasakan dan jujur mengakuinya sesuai rasio Anda.

Logisnya, jika di bumi terdapat 40.000 agama dan aliran kepercayaan dengan 40.000 tawaran jalan ke sorga maka manusia menempatkan dirinya pada 40.000 persimpangan jalan yang harus segera dipilihnya. Akibatnya, para psikolog dan psikiater pun harus mendapat perawatan intensif karena tidak akan mungkin menemukan jalan yang benar menuju sorga yang sejati.

Para neurolog memperkirakan bahwa ada sekitar 10.000 pikiran yang masuk melalui otak manusia setiap harinya. Demikian pula tawaran-tawaran yang disodorkan – terutama menyangkut keselamatan kekal – untuk segera diputuskan sangatlah variatif. Dalam sehari, kita mengucapkan ribuan kata-kata dan melakukan banyak keputusan. Kalau saya disuruh untuk mengingat perkataan-perkataan, juga keputusan-keputusan saya secara tepat setahun yang lalu, maka saya akan mendapat kesulitan yang sangat serius, sebab itu tidak mungkin untuk diingat. Benarlah ungkapan populer yang berbunyi “hati nurani yang bersih umumnya adalah hasil dari daya ingat yang payah”.

Manusia tidak bisa mengingat setiap kesalahan ataupun dosa yang telah dilakukannya tiap-tiap hari disepanjang hidupnya – walau hanya mengingat dosa yang dengan sengaja dilakukan. Tetapi ALLAH mengingat detailnya tanpa ada satu pun yang terlewatkan dalam memori-Nya. Kalau demikian, nampaknya manusia berada pada posisi yang sulit dan benar-benar celaka. Manusia tidak akan pernah mampu menghapus dosa-dosanya dari ingatan TUHAN. Manusia tidak akan pernah mampu – hanya dengan modal kehendak bebasnya – mengangkat dirinya dari lumpur dosa dan melakukan rekonsiliasi untuk kembali memiliki hubungan yang harmonis dengan Allah. Kecuali Allah sendiri yang memberikan satu-satunya jalan keluar.

Itulah yang diyakini dalam kekristenan sebagai kebenaran sejati melalui Kristus yang adalah satu-satunya jalan keluar dari 39.999 jalan buntu lainnya (bacalah Yohanes 14:6). Kita dibenarkan melalui iman kepada Yesus Kristus sendiri.

“Jadi kita percaya pada keselamatan melalui kasih karunia murni dari TUHAN, yang diterima sepenuhnya oleh iman kepada Yesus Kristus. Karena itu, kehidupan yang kekal adalah hadiah maha-indah yang cuma-cuma. Meskipun benar bahwa upah dosa adalah maut, hadiah dari Allah adalah kehidupan kekal di dalam Yesus Kristus”; demikian disimpulkan dengan sangat tepat dan benar oleh penulis buku “Mengungkap Misteri-Misteri dalam Alkitab”, DR. D. James Kennedy.

Tapi, jangan sampai salah diinterpretasikan. Saya tidak bermaksud menyampaikan bahwa iman (kata benda) dalam pembahasan tersebut di atas bertindak sebagai subyek yang menyelamatkan. Bukan itu intinya. Tetapi Yesus Kristus-lah yang secara sempurna telah mengerjakan dan memberikan anugerah keselamatan itu yang harus Anda dan saya terima melalui sarana iman – yang sebenarnya juga anugerah-Nya.

B.B. Warfield benar, – seperti yang dikutip oleh A.A. Hoekema – ketika menyampaikan pemahamannya tentang iman yang menyelamatkan ini :

Dapat kita tegaskan, bahwa bahkan bukan iman kepada Kristus yang menyelamatkan, tetapi Kristus-lah yang menyelamatkan melalui iman. Kuasa menyelamatkan secara ekslusif berada bukan pada tindakan iman atau sikap iman atau natur iman, melainkan pada obyek iman; … sehingga kita tidak jatuh ke dalam kesalahpahaman yang demikian parah dengan menempatkan kepada iman sedikit saja kuasa penyelamatan yang oleh Alkitab disebutkan hanya dapat dilakukan oleh Yesus.

Sejalan dengan pemahaman B.B. Warfield, Ronald Dunn menulis, “iman yang sejati dibuktikan keasliannya dengan obyeknya.” Menurutnya, “percaya adalah sebuah kata kerja transitif yang memerlukan obyek.” Ketika Anda mendengar seseorang berkata, “berimanlah,” atau “percaya saja,” tanyakanlah padanya, “iman di dalam apa? Percaya saja pada siapa?” Anda harus mempercayai pada sesuatu atau pada seseorang yang jelas-jelas dapat dipercayai. Iman harus mempunya sebuah obyek yang jelas. Bagi banyak orang (termasuk segelintir orang Kristen), hal  yang penting ialah “percaya” – apakah atau siapakah yang dipercayai merupakan urusan kedua. Mereka mengira bahwa ada sesuatu yang mistis, ajaib hanya dalam tindakan percaya; sejenis mantera ampuh yang mengubah makhluk hidup biasa menjadi luar biasa. Tetapi kebenaran logisnya, iman itu sendiri tidak memiliki kuasa. Bukan iman yang memindahkan gunung, tetapi ALLAH. Ini tidak menyangkal bahwa latihan untuk percaya secara psikologis berguna; tetapi, menurut Alkitab, iman, sebagai suatu kegiatan manusia belaka, tidak memiliki kebajikan, tidak mengandung nilai lebih, tidak memiliki kuasa.

Kekuatan iman terletak pada obyeknya; iman sama absahnya dengan obyeknya. Hal  yang terpenting bukanlah iman, tetapi obyek dari iman itu. Anda dapat percaya dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi sampai Anda kelelahan – tetapi jika iman Anda ditujukan pada obyek yang salah maka Anda sedang menghabiskan banyak sekali energi dan waktu Anda.

Saya sependapat dengan Charles Spurgeon ketika dia menuliskan kalimat-kalimat ini dalam bukunya, “Semua Adalah Anugerah” :

“Jangan pernah membuat Kristus dari iman Anda, dan jangan berpikir seolah-olah  hal itu adalah sumber keselamatan Anda yang dapat diandalkan. Kehidupan kita ditemukan di dalam memandang kepada Yesus (Ibrani 12:2), bukan memandang kepada iman kita sendiri. Dengan iman, segala sesuatu menjadi mungkin bagi kita, namun demikian kekuatannya bukan terletak pada iman tetapi pada ALLAH dimana iman itu digantungkan. Damai sejahtera di dalam jiwa tidak dihasilkan dari kontemplasi (perenungan) iman kita sendiri, tetapi kita dapatkan dari Dia yang adalah damai sejahtera kita. Maka, ingatlah, bahwa lemahnya iman Anda tidak akan menghancurkan Anda. Tangan yang gemetar mungkin menerima anugerah yang tak terkira.”  [lanjut... Part-4️⃣]



✋Salam Hyper Grace dalam Bapa Yesus




0 comments:

Posting Komentar