Halaman

Rabu, 19 November 2025

PEMBUKTIAN ATAS KEBENARAN

 


KEBENARAN BERSIFAT DUA :

KOHEREN DAN KORESPONDEN

Ada dua pandangan dasar tentang apakah kebenaran itu. Yang satu mengatakan bahwa kebenaran adalah sesuafu yang sesuai dengan realitas. Yang lain mengatakan bahwa suatu pandangan benar jika melekat atau menyatu sebagai satu kumpulan pernyataan yang konsisten. Yang pertama mengatakan bahwa kebenaran adalah apa yang sesuai dengan realitas.

Kebenaran adalah "memberitahu sesuatu seperti keadaan sebenarnya.” Yang belakangan membandingkan kebenaran dengan jaring yang tergantung di ruangan sehingga jaringan koneksinya sendiri dibenarkan. Seperti rantai, setiap mata rantai tergantung pada mata rantai lainnya untuk saling berpegangan.

Implikasi teori koheren adalah bahwa beberapa kebenaran lebih benar daripada yang lain karena mereka terkait lebih kuat. Ada tingkatan kebenaran dan setiap pernyataan hanya benar jika sesuai dengan sistem tertentu.

Mengatakan bahwa ada tingkatan kebenaran, seperti dilakukan penganut paham koherensi, dan bahwa semua kebenaran bersifat tergantung merupakan cara lain mengatakan bahwa semua kebenaran bersifat relatif. Jika semua pernyataan tergantung pada sistem, tidak ada kebenaran yang bersifat absolut. Bahkan sistem itu secara keseluruhan tidak absolut, karena hal itu tergantung pada kesatuan semua bagiannya yang saling tergantung satu sama lain. Jika satu pernyataan bisa lebih atau kurang benar dari pada pernyataan lain, bukankah itu sama dengan mengatakan bahwa kebenarannya bersifat relatif terhadap kebenaran yang lainnya? Tetapi kita sudah menunjukkan bahwa kebenaran adalah, dan harus, absolut. Jika teori koherensi mengatakan bahwa kebenaran itu relatif, teori itu pasti salah.

KEBENARAN DIBUKTIKAN

Keberatan lainnya terhadap pandangan koherensi adalah bahwa itu membuat kebenaran tergantung pada langkah mundur tanpa batas yang tidak akan pernah sampai pada kebenaran. Jika setiap klaim kebenaran mensyaratkan klaim lainnya, dan demikian seterusnya sampai tidak terbatas, kita menjalani langkah mundur tak terbatas yang tidak akan pernah meyakinkan kita bahwa kita telah mencapai kebenaran. Untuk setiap penjelasan yang kita berikan tentang mengapa keyakinan kita benar, kita harus menjelaskan pernyataan sebelumnya, dan kemudian menjelaskan pernyataan tersebut, demikian seterusnya untuk selama-lamanya. Kita tidak pernah bisa berhenti menjelaskan sesuatu. Jika kita telah menemukan penjelasan yang tidak membutuhkan penjelasan lebih lanjut, kita akan sampai pada dasamya [kebenaran yang terbukti sendiri atau prinsip pertama yang tidak bisa disangkal], dan pandangan koherensi itu salah jika memulai dengan kebenaran itu. C.S. Lewis mengatakannya demikian :

Tetapi Anda, selamanya tidak bisa terus-menerus "berdalih": Anda akan menemukan bahwa Anda telah memberi dalih terus-menerus dengan penjelasan ifu. Anda tidak bisa terus-menerus "melihat melalui" sesuatu selamanya. Poin lengkap melihat melalui sesuatu adalah melihat sesuatu melalui hal itu. Adalah hal yang baik jika jendelanya transparan, karena jalan atau taman di baliknya buram. Bagaimana jika Anda melihat melalui taman juga? Tidak ada gunanya "melihat melalui" prinsip-prinsip pertama. Jika Anda melihat melalui segala sesuafu, segala sesuafu itu transparan. Tetapi dunia yang transparan seutuhnya adalah dunia yang tidak kelihatan. "Melihat melalui" segala sesuafu sama dengan tidak melihat.

Jika kita harus melihat ke belakang atau "melihat melalui" setiap penjelasan, kita tidak akan pernah menemukan sesuatu. Tetapi tidakkah kita mencari kebenaran karena kita mengharapkan untuk menemukan sesuatu?

Langkah mundur tidak terbatas ini membuat paham koherensi mustahil. Itu sungguh-sungguh merupakan mata rantai klaim yang tidak didukung. Bagaimanapun, mata rantai tidak bisa tergantung di udara pada dirinya sendiri; harus ada pasak di tempat yang memegang seluruh mata rantai itu. Dan laba-laba tidak membangun jaring di tempat kosong. Mereka merekatkan jaringnya di tembok. Tidak ada sistem yang bisa bertahan tanpa kebenaran absolut yang mendukungnya. Selain itu, hal terbaik yang bisa dilakukan penganut paham koherensi adalah mengevaluasi sistem keyakinan Iainnya untuk mengatakan bahwa sistemnya melekat lebih baik. Ia tidak pemah bisa mengatakan bahwa sistem koherensi lainnya salah. Dengan demikian, kita tidak akan pernah bisa menyangkal panteisme, karena sekali Anda menyingkirkan logika, segala sesuatu akan melekat.

 

Kebenaran harus didasarkan pada fondasi yang kokoh dari kebenaran yang terbukti sendiri atau prinsip-prinsip pertama yang sesuai dengan realitas. Kita akan membahas kebenaran yang terbukti sendiri belakangan, tetapi sekarang mari kita berfokus pada bagian korespondensi dari definisi ini. Ada beberapa alasan untuk menerima hal itu, baik dari Alkitab maupun dari filsafat.

Alkitab menggunakan sedikit pandangan korespondensi untuk kebenaran. Perintah kesembilan pasti mensyaratkan hal ifu. “Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu" [Kel. 20:16] menyiratkan bahwa kebenaran atau kesalahan pernyataan bisa diuji dengan apakah hal itu sesuai dengan fakta. Ketika Iblis berkata, "Sekali-kali kamu tidak akan mati," ini disebut kebohongan karena tidak sesuai dengan apa yang dikatakan Allah sesungguhnya.

Yusuf juga menggunakan teori korespondensi ketika ia berkata kepada saudara-saudaranya. "Suruhlah seorang dari padamu untuk menjemput adikmu ifu Dengan demikian perkataanmu dapat diuji, apakah benar" [Kej. 42:16]. Musa berkata bahwa seorang nabi harus diuji dengan melihat apakah nubuatnya sesuai dengan peristiwa sesungguhnya [Ul. 1B:22]. Ketika Salomo membangun bait suci ia berkata, "Biarlah kiranya menjadi nyata keteguhan janji yang telah Kau ucapkan kepada hamba-Mu Daud, ayahku" [1 Raj. 8:26]. Segala sesuatu yang tidak sesuai dengan Hukum Allah dipandang salah [Mzm. 119:163]. Dan dalam Perjanjian Baru, Yesus berkata bahwa pernyataan-Nya bisa diuji oleh Yohanes Pembaptis, dengan mengatakan, "Kamu telah mengirim orang kepada Yohanes dan ia dilahirkan sebagai saksi kebenaran." Orang- orang Yahudi juga memberitahu gubernur bahwa ia bisa "mempelajari kebenaran" [Kis. 24:8, 11] tentang tuduhan yang mereka tuduhkan terhadap Paulus dengan memeriksa faktanya.

Secara filosofis, berbohong itu tidak mungkin tanpa ada hubungannya dengan realitas. Jika kata-kata kita tidak perlu sesuai dengan fakta, kata-kata kita tidak pernah tidak benar secara faktual. Tanpa pandangan yang sesuai dengan kebenaran, tidak akan ada benar atau salah. Tidak akan ada perbedaan nyata dalam akurasi tentang bagaimana sistem itu menjelaskan fakta tertentu karena kita tidak bisa menggunakan fakta itu sebagai bukti. Pernyataan tidak bisa dinilai apakah benar atau salah, hanya kohesif. Harus ada perbedaan nyata antara pikiran kita tentang sesuatu dengan sesuatu itu sendiri agar kita bisa mengatakan apakah sesuatu itu benar atau salah. Selain itu, semua komunikasi faktual akan rusak. Pernyataan yang memberitahu Anda tentang sesuatu harus sesuai dengan fakta yang mereka klaim sebagai pemberian informasi. Tetapi jika fakta-fakta tersebut tidak digunakan untuk mengevaluasi pernyataan itu, saya sesungguhnya tidak memberitahu Anda sesuatu. Saya hanya sekadar menggumamkan sesuatu yang harus Anda pikirkan dan timbang relevansinya bagi sistem pemikiran Anda sendiri. 

Jack Rogers, seorang profesor di Seminari Teologi Fuller, telah memberikan definisi tentang kebenaran yang saat ini digunakan untuk mengatakan bahwa Alkitab tidak salah dalam maksudnya [tujuan], tetapi tidak inerrant dalam peneguhannya. Ia mengatakan, "mencampuradukkan 'kesalahan' dalam pengertian akurasi teknis dengan gagasan Alkitab tentang kesalahan sebagai penipuan secara disengaja menyimpangkan kita dari maksud Alkitab sesungguhnya." Ia menolak ide bahwa kebenaran harus sesuai dengan realitas dengan "akurasi teknis." Sebaliknya, ia menyimpulkan bahwa "gagasan Alkitab tentang kesalahan" melibatkan mengatakan kebohongan dengan sadar. Kebenaran tersimpan dalam maksud penulis bukan pada apa yang sesungguhnya ia katakan. Ini diteguhkan ketika ia mengatakan bahwa inerrancy mengalihkan perhatian kita, bukan dari pesan Alkitab, melainkan dari "maksud"nya. Selama nabi-nabi dan murid-murid tidak tahu hal yang lebih baik dari pada membuat pernyataan yang tidak ilmiah, itu tidak bisa dipandang kesalahan karena tidak ada penipuan yang disengaja. Meskipun Yesus mungkin tahu lebih baik, Ia memilih untuk mengakomodasi pandangan populer saat itu supaya orang-orang tidak teralihkan perhatiannya dari pesan yang ingin Ia sampaikan, yaitu Injil. Orang-orang yang memegang pandangan ini tulus, tetapi mereka melakukan kesalahan secara tulus.

💥Sola Scriptura💥

0 comments:

Posting Komentar