C. KELANJUTAN PELAYANAN DALAM TABERNAKEL
Ketika Tuhan menetapkan dan menyuruh
Tugas rohani yang diemban ini telah menempatkan mereka
sebagai angkatan yang tidak produktif secara ekonomis karena tidak boleh
bekerja secara jasmani untuk memenuhi desakkan kebutuhan hidup. Mereka
memisahkan diri dari hiruk-pikuk dunia bisnis yang menghalalkan segala cara
demi “sebakul nasi” hingga “segudang keuntungan materil”, mereka juga
menjauhkan diri dari keserakahan konsumtif dan hedonis yang menonjolkan
pengagungan diri sendiri dan menista harga diri manusia lainnya. Mereka tidak
mau terlibat dalam praktek penggandaan dan pencucian uang – money laundry – dan
harta kekayaan maupun jabatan melalui cara-cara yang tidak bermartabat, yang
menginjak-injak nilai-nilai etika dan moral seperti yang sementara dipraktekkan
oleh manusia moderen di zaman edan ini.
Kehidupan para Imam dan bani Lewi
terfokus pada meditasi dan penyangkalan diri untuk mengikis berbagai bentuk
keinginan daging demi dedikasi dan loyalitas penuh pada tugas penatalayanan
dalam Kemah Pertemuan seperti yang telah ditetapkan TUHAN. Namun secara badani,
mereka perlu tunjangan kebutuhan pokok berupa subsidi aneka korban persembahan
termasuk persembahan persepuluhan yang diberikan oleh sebelas suku lainnya,
yang tak lain adalah saudara-saudara mereka sendiri. Semua bentuk subsidi ini
bukan dimaksudkan untuk memperkaya pribadi-pribadi tetapi semata-mata agar
mereka lebih tenang dan leluasa dalam mengemban tugas mulia ini.
Tugas penatalayanan dalam Kemah
Pertemuan tidak boleh tersendat-sendat apalagi sampai dilikuidasi atau terhenti
hanya karena alasan serangan “busung lapar” akibat “kekurangan gisi” para
pelayannya. Itulah sebabnya, Allah telah menetapkan untuk menyisihkan
sepersepuluh dari hasil usaha, baik di ladang, peternakan ataupun perdagangan
dari umat
berrsambung ... PARTISI 1 👉D. SISTEM MANAJEMEN PERSEPULUHAN DALAM BAIT ALLAH ✍
0 comments:
Posting Komentar