H. MONOPOLISTIK JAWATAN
Salah satu bagian yang sukar dipahami dan cukup sensitif untuk dibahas adalah bila terjadi disposisi jawatan pelayanan menurut “Aku” yang secara hirarkis memegang kendali kekuasaan baik interen jemaat maupun dalam induk organisasi gereja. Pada prakteknya, penempatan diri dalam sistem penata-layanan jawatan-jawatan sering terjadi kerancuan, tumpang tindih bahkan monopolistik jawatan tertentu.
Bertolak dari amanat agung Yesus Kristus, "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk” telah mendorong terbentuknya suatu penafsiran umum bahwa siapa pun yang terlibat dalam pelayanan penginjilan secara otomatis diberi gelar “Penginjil”. Bila demikian maka akan ditambahkan pada pengertian ini antara lain, setiap orang yang bisa bernubuat adalah Nabi, setiap orang yang bisa mengajar dan membimbing orang lain dapat menerima gelar kehormatan sebagai Guru dan Gembala. Ini adalah suatu penafsiran yang salah kaprah dan kebablasan juga menyesatkan karena dapat menimbulkan aksi “perampokan” jawatan dalam pelayanan gereja. Sudah seharusnya tiap orang Kristen sejati, apalagi mereka yang berani menyebut diri hamba Tuhan plus gelar-gelar teologinya, dapat membedakan mana yang disebut karunia-karunia rohani yang diberikan Roh Kudus untuk setiap anak-anak Tuhan dan mana panggilan khusus atau penetapan jawatan-jawatan pelayanan untuk orang-orang tertentu; – walau jawatan itu sendiri adalah karunia TUHAN – tidak setiap orang Kristen menerima karunia jawatan.
Alkitab memberitahukan pada kita bahwa setiap orang percaya sejati – telah lahir baru dan dimateraikan oleh Roh Kudus (Yohanes 1:12-13; Efesus 1:13-14) – diberi karunia-karunia rohani untuk kepentingan bersama.
Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita: Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita.
Jika karunia untuk melayani, baiklah kita melayani; jika karunia untuk mengajar, baiklah kita mengajar;
jika karunia untuk menasihati, baiklah kita menasihati. Siapa yang membagi-bagikan sesuatu, hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas; siapa yang memberi pimpinan, hendaklah ia melakukannya dengan rajin; siapa yang menunjukkan kemurahan, hendaklah ia melakukannya dengan sukacita.
– Roma 12:6-8 –
Tetapi kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama.
Sebab kepada yang seorang Roh memberikan karunia untuk berkata-kata dengan hikmat, dan kepada yang lain Roh yang sama memberikan karunia berkata-kata dengan pengetahuan.
Kepada yang seorang Roh yang sama memberikan iman, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menyembuhkan.
Kepada yang seorang Roh memberikan kuasa untuk mengadakan mujizat, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk bernubuat, dan kepada yang lain lagi Ia memberikan karunia untuk membedakan bermacam-macam roh. Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu.
Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendaki-Nya. –
- I Korintus 12:7-11 –
Hal ini tidaklah dimaksudkan dan memang tidak tercatat bahwa mereka yang oleh kehendak Roh Kudus menerima karunia-karunia tersebut adalah secara otomatis pemegang jawatan-jawatan pelayanan – Rasul, Nabi, Penginjil, Gembala dan Guru.
Rasul Paulus yang penuh dengan Roh Kudus melihat dan mempertimbangkan fenomena ilahi ini lalu kemudian menarik kesimpulan yang tepat sebagai pedoman doktrinal bagi kita, seperti yang tercatat dalam I Korintus 12:28-30 dan 14:32-33 :
“Dan Allah telah menetapkan beberapa orang dalam Jemaat: pertama sebagai rasul, kedua sebagai nabi, ketiga sebagai pengajar. Selanjutnya mereka yang mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, untuk menyembuhkan, untuk melayani, untuk memimpin, dan untuk berkata-kata dalam bahasa roh.
Adakah mereka semua rasul, atau nabi, atau pengajar? Adakah mereka semua mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, atau untuk menyembuhkan, atau untuk berkata-kata dalam bahasa roh, atau untuk menafsirkan bahasa roh?
Karunia nabi takluk kepada nabi-nabi. Sebab Allah tidak menghendaki kekacauan tetapi damai sejahtera.”
Dengan demikian maka Firman Allah telah membatasi ruang tafsir liberalis (yang sekehendak hati dan seluas imajinasi pikiran) sehingga dengan sendirinya mencegah invasi atau intervensi antar jawatan atau menyingkirkan tindakan monopolistik jawatan tertentu demi kepentingan pribadi.
Seandainya kita bisa jernih berpikir untuk kemudian menafsir, marilah kita kembali menyelidiki kebenaran ini :
“… Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus.”
Kutipan referensi ayat di atas memberitahukan pada kita bahwa kelima jawatan dimaksud, secara bersama-sama – team work – melakukan pelayanan penggembalaan tetapi tetap berada dalam koordinasi seseorang yang dikaruniai jawatan Gembala. Mereka juga secara kemitraan atau tim kerja dapat melakukan pelayanan penginjilan, apostolik, profetik dan pengajaran di bawah arahan dan atau pimpinan dari pribadi-pribadi yang telah ditetapkan TUHAN untuk memegang jawatan sesuai bidang pelayanan dimaksud.
Kelima pelayan jawatan tersebut merupakan mitra kerja pelayanan yang berada dalam satu garis horisontal tetapi harus memiliki penundukkan diri terhadap tiap jawatan lain dimana kita terlibat dalam area pelayanannya (teritorialnya). Misalnya, seorang Gembala melakukan pelayanan penginjilan haruslah dapat menundukkan diri atau bersedia berada di bawah arahan dan kontrol dari seseorang yang ditetapkan Tuhan sebagai Penginjil. Bila seorang Pengajar ingin membina warga jemaat dalam pelayanan penggembalaan maka ia haruslah di bawah kendali pemegang jawatan Gembala, anggota jemaat dan atau salah satu jawatan menerima karunia untuk bernubuat, sudah seharusnya berkonsultasi dengan seorang Nabi yang telah ditetapkan Tuhan di tengah-tengah jemaat; demikian seterusnya.
Bila kita semua bersedia mentaati dan dengan setia menerapkannya maka terjalinlah hubungan yang harmonis antar sesama Hamba Tuhan sehingga jemaat benar-benar dibekali, diperlengkapi dan dibangun ke arah pendewasaan rohani seperti yang dikehendaki oleh Gembala Agung kita, Yesus Kristus. Tidak terdapat lagi arogansi dan kultus jawatan yang cenderung melukai dan melecehkan yang lain.
Seorang Gembala ketika ia aktif dalam pelayanan penginjilan tidak lagi sesumbar mengatakan bahwa ia juga menerima jawatan Penginjil dari Tuhan ditambah jawatan Rasul dan Guru ketika ia terlibat pula dalam membuka sidang-sidang baru dan mengajar jemaat. Seorang Penginjil yang ditetapkan Tuhan tidak lagi secara aktif “menyamar” sebagai Gembala jemaat hanya untuk mendanai misi penginjilannya.
Kalau boleh kita sepakat, saya ingin menggunakan satu istilah – yang sebenarnya sudah dipraktekkan oleh beberapa denominasi – yakni “pelayanan staf” atau “pelayanan kemitraan jawatan”. Silahkan Anda melengkapinya sesuai kepentingan pelayanan yang semakin kompleks. Dengan demikian kita dapat kembali pada panggilan jawatan mula-mula yang telah Tuhan Yesus tetapkan bagi tiap pribadi untuk kemuliaan nama-Nya.
berrsambung ... PARTISI 1 👉I. PERSEMBAHAN PERSEPULUHAN BUKAN AJARAN YESUS✍
0 comments:
Posting Komentar