Halaman

Rabu, 19 November 2025

WAJAH KEBENARAN


KEBENARAN BERMUKA DUA :

RELATIF DAN ABSOLUT

Klaim bahwa kebenaran bersifat relatif dapat dipahami dalam dua cara. Apakah kebenaran bersifat relatif dibandingkan ruang dan waktu [itu benar pada saat itu, tetapi sekarang tidak], atau relatif dibandingkan orang [benar bagi Anda, tetapi tidak bagi saya]. Pada sisi berhadapan, berdiri kebenaran absolut; yang juga menyiratkan dua hal yakni, pertama, bahwa apa yang benar pada suatu waktu dan di suatu tempat akan tetap benar sepanjang waktu dan di semua tempat. Kedua, bahwa apa yang benar bagi satu orang akan tetap benar juga bagi setiap orang lainnya. Kebenaran absolut bersifat konstan, tidak berubah; kebenaran relatif bersifat temporer, berubah dari waktu ke waktu dan dari orang ke orang.

Penganut relativisme membuat pernyataan, “Buku teologia berada di sebelah kanan kamus populer,” relatif karena tergantung dari sisi meja mana Anda berdiri. Tempat selalu relatif tergantung sudut pandang atau posisi Anda terhadap obyek yang diamati, kata mereka. Tetapi kebenaran juga bisa terikat waktu. Pada suatu waktu, sepenuhnya benar untuk berkata, “Soeharto adalah Presiden,” tetapi seseorang tidak bisa berkata seperti itu lagi sekarang. Hal itu benar pada suatu waktu, tetapi tidak benar lagi pada waktu sekarang. Kebenaran pernyataan semacam itu tergantung pada waktu di mana pernyataan itu diucapkan tanpa dapat dibatalkan.

Hal yang sama juga dinyatakan oleh penganut relativisme bahwa kebenaran itu tergantung pada orang yang membuat pernyataan. Bila orang Kristen berkata, “Kamu adalah allah” [Yohanes 10:34], itu berarti bahwa kita memiliki gambar Allah dan adalah wakil-wakil-Nya. Jika penganut Mormon mengatakan itu, ia membicarakan tentang harapannya untuk menjadi allah di bumi ini. Jika seorang penganut Panteisme mengatakan hal tersebut maka itu berarti manusia adalah allah. Kebenaran tergantung pada orang yang membuat pernyataan itu dan makna yang ia maksudkan. Selain itu, “saya merasa sedih” hanya benar bagi saya tetapi tidak berlaku untuk setiap orang yang disekitar saya, apalagi bagi orang-orang lain di seluruh dunia. Setiap pernyataan hanya benar dalam kaitannya dengan orang yang membuat pernyataan itu.

Banyak orang akan memberitahu Anda bahwa semua kebenaran sungguh-sungguh benar dari cara tertentu dalam memandang sesuatu atau sudut pandangnya. Cerita lama tentang enam orang buta dan gajah sering kali digunakan untuk menggambarkan dan mendukung posisi ini. Seorang buta, karena hanya merasakan belalainya, berpikir bahwa gajah adalah ular. Orang lain yang hanya memegang telinganya, menyimpulkan bahwa gajah adalah kipas. Orang yang meraba tubuhnya berkata bahwa gajah adalah tembok dan, setelah menemukan kaki gajah itu, orang lain berkata bahwa itu adalah pohon. Orang lain yang memegang ekornya menyatakan bahwa itu adalah tali. Akhirnya, orang buta terakhir merasakan gadingnya yang tajam dan mengatakan bahwa itu adalah tombak. Bagi beberapa orang, ini membuktikan bahwa apa yang Anda pikirkan benar hanya merupakan masalah sudut pandang terhadap sesuatu. Namun perlu ditunjukkan bahwa semua orang buta itu salah. Tidak satu pun dari kesimpulan mereka benar, jadi ilustrasi ini tidak berbicara apa pun tentang kebenaran. Sesungguhnya di sana ada kebenaran objektif yang tidak berhasil mereka temukan. Demikian juga, pernyataan, "Semua kebenaran tergantung perspektif," bisa merupakan pernyataan absolut atau tergantung perspektif. Jika pernyataan itu bersifat perspektif, tidak ada alasan untuk berpikir bahwa itu adalah pernyataan yang benar secara absolut – itu hanya masalah perspektif. Pernyataan itu gagal dalam cara apa pun.

Beberapa orang mungkin memberitahu Anda bahwa kita masing-masing menciptakan realitas kita sendiri. Apa yang nyata bagi Anda tidak nyata bagi saya karena mimpi Anda bukan mimpi saya. Sesungguhnya, Anda hanya merasa kehadiran saya dalam mimpi Anda dan tidak tahu apakah saya riil atau tidak. Kebenaran bukan hanya bersifat subyektif, tidak ada realitas absolut yang dikenal. Semua realitas bukan apa-apa selain khayalan yang liar. Sesuatu secara intuitif memberi tahu kita bahwa pandangan ini tidak mungkin benar. Pertama, pernyataan "bukan apa-apa tetapi" menyiratkan pengetahuan "lebih dari." Tetapi bagaimana seseorang bisa memiliki pengetahuan yang melampaui mimpi mereka sendiri? Untuk masalah itu, bagaimana Anda memiliki pengetahuan yang "lebih dari" semua realitas? Seseorang harus mahatahu untuk mengatakan hal ini. Selain itu, apakah ini merupakan pernyataan tentang realitas absolut atau hanya tentang mimpi seseorang. Jika itu sungguh-sungguh adalah pernyataan tentang "semua realitas" dalam pengertian absolut, itu tidak mungkin benar - sebab paling tidak pernyataan ini benar apakah seseorang membayangkan hal itu atau tidak. Tetapi jika itu hanya pernyataan subyektif tentang mimpi seseorang, itu membuat tidak ada klaim yang benar dan bisa dihilangkan. Mungkin tidak akan melukai untuk mengingatkan seseorang semacam itu bahwa ia seharusnya tidak berbicara dalam mimpinya.

Sekarang tentang saat ini penganut relativisme mungkin berkata, “Kamu setuju dengan saya. Kamu mengatakan bahwa kebenaran bersifat relatif tergantung konteksnya.” Itu memiliki hubungan dekat. Kita mengatakan bahwa makna bersifat relatif tergantung konteksnya. Sebab untuk kebenaran, kita mengatakan bahwa sekali konteks dimasukkan ke dalam gambaran, maknanya dipahami dan menjadi jelas bahwa ini adalah kebenaran absolut.

Selain itu, tidak ada penganut relativisme bisa berkata, “Benar secara absolut ini benar bagi saya.” Bila kebenaran hanya bersifat relatif, hal itu hanya bisa benar secara relatif bagi dia. Tetapi tunggu dulu. Itu tidak bisa diklaim dalam pengertian absolut juga – itu hanya bisa benar secara relatif bahwa hal itu relatif benar bagi dia. Apakah klaim bahwa kebenaran itu relatif merupakan klaim yang absolut, yang akan menyalahkan posisi penganut relativisme, atau apakah kesimpulan itu tidak pernah dibuat, karena setiap kali Anda membuatnya Anda harus menambah kata “secara relatif.” Itu hanya merupakan permulaan langkah mundur yang tidak terbatas yang tidak akan pernah sampai pada pernyataan yang riil.

Beberapa orang melihat problem dalam absolutisme. "Bukankah Anda harus memiliki bukti absolut untuk mempercayai kebenaran absolut?" Tidak. Kebenaran bisa bersifat absolut tidak peduli apa alasan kita untuk memercayai hal itu. Kita bahkan mungkin tidak mengenal kebenaran, tetapi itu masih absolut dalam dirinya sendiri. Kebenaran tidak berubah hanya karena kita belajar sesuatu tentang hal itu.

"Bagaimana dengan hal-hal yang di tengah-tengah - seperti apa artinya hangat, atau kapan jenggot yang tidak dicukur menjadi jenggot - bagaimana hal-hal semacam ifu bisa menjadi absolut?" Fakta bahwa hal itu bersifat di tengah-tengah bagi saya merupakan fakta absolut bagi semua orang, bahkan jika hal itu tidak di tengah-tengah bagi mereka. Selain ifu, kondisi itu sendiri, suhu riil dan panjang jenggot tepatnya, merupakan kondisi yang obyektif dan nyata. Kebenaran itu juga tidak berubah.

“Jika kebenaran tidak pernah berubah, tidak akan ada kebenaran baru." Kebenaran baru bisa dipahami dalam dua hal. Itu mungkin berarti "baru bagi kita," seperti penemuan baru dalam ilmu pengetahuan. Tetapi itu hanya masalah kita menemukan kebenaran lama. Kebenaran selalu ada di sana, tetapi kita hanya baru menemukan hal itu. Cara lainnya kita bisa memahami kebenaran baru adalah bahwa sesuatu yang baru muncul di hadapan kita. Absolutisme tidak punya masalah unfuk menangani hal itu juga. Ketika tanggal 1 Januari 2025 datang, kebenaran baru akan dilahirkan karena pada saat ifu akan benar unfuk mengatakan, "Hari ini adalah tanggal 1 Januari 2025." Hal itu tidak akan pernah benar sebelum hari itu. Kebenaran "lama" tidak berubah tetapi kebenaran "baru" bisa muncul.


Sola Scriptura

0 comments:

Posting Komentar