💁♂️PARTISI SATU
PEMAHAMAN DASAR
Mengawali pembahasan masalah secara menyeluruh serta implikasinya dalam keseharian kehidupan rohani, marilah kita – saya berharap Anda setuju – membentuk dasar pemahaman dan menyamakan persepsi teologis terhadap apa yang disebut sebagai iman secara etimologis dan terminologis dan juga kata “percaya” yang sering dipakai secara bergantian atau disinonimkan dengannya.
“Sikap iman dan percaya sangat jarang disebut iman di dalam Perjanjian Lama, walaupun sikap tersebut terimplikasi disana dan sering di parafrasekan”, demikian menurut B.B. Warfield, seperti yang dikutip oleh A.A. Hoekema.
Bila kita membuka lembaran Perjanjian Lama berbahasa Ibrani untuk melihat arti kata iman, maka akan ditemukan tiga kata yang paling umum digunakan yakni ‘āman, bāttach dan chāsah. Dalam leksikon Ibrani Brown-Driver-Briggs, arti dasar kata ‘āman adalah “meneguhkan atau mendukung”, atau “menyebabkan untuk mendukung”. Kalau kata ini diterapkan pada seseorang maka dapat berarti “menyebabkan seseorang untuk mendukungmu”. Dengan demikian dapatlah juga diberi arti “mempercayai atau mempercayakan diri kepada seseorang”. Bentuk kata kerja yang unik ini dapat ditemukan dalam kitab Kejadian 15:6, “Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran”. Periksa juga Yesaya 7:9; Habakuk 2:4.
Kedua, kata bāttach mengandung arti “yakin akan, bersandar kepada, mempercayai” dapat ditemukan dalam Mazmur 25:2, “Allahku, kepada-Mu aku percaya; janganlah kiranya aku mendapat malu”. Silahkan periksa juga di Mazmur 13:6a; 84:13; Amsal 16:20; Yesaya 26:3-4.
Bentuk kata yang ketiga dari iman dalam Perjanjian Lama adalah chāsah, yang berarti “mencari perlindungan”. Kebenaran ini terdapat dalam Mazmur 57:2, “Kasihanilah aku, ya Allah, kasihanilah aku, sebab kepada-Mulah jiwaku berlindung; dalam naungan sayap-Mu aku akan berlindung, sampai berlalu penghancuran itu”. Ayat-ayat referensi lain dapat di temukan di Mazmur 2:12; 25:20; 31:2; 91:4.
Adalah sesuatu yang sangat menarik dari kata iman ini bila asal-usulnya diselidiki juga dalam bahasa Yunani, Perjanjian Baru. Bentuk kata bendanya adalah pistis dengan kata kerja pisteύō. Dalam bentuk kata benda pistis yang sebutan Inggrisnya faith mengandung arti secara subjektif, “keyakinan yang kokoh, tetap, tidak berubah; ketulusan hati; yakin dalam kebenaran”. Itu semua menyatakan suatu keyakinan atas kebenaran dari suatu hal. Ungkapan Latin, “fides qua creditur” (iman yang olehnya kita dapat mempercayai) adalah sangat tepat bila ditujukan pada Allah karena itu berarti kita mengakui eksistensi-Nya sebagai satu-satunya Pencipta dan Penguasa segala sesuatu, dan Pemberi keselamatan melalui Yesus Kristus, anak-Nya yang tunggal.
Bila iman dilihat dari bentuk kata kerja pisteύō (believe; Ingg.) mempunyai beberapa pengertian yakni :
Berpikir bahwa sesuatu adalah benar (Matius 24:23),
Menerima pesan Allah yang disampaikan oleh para hamba-Nya (Kisah Para Rasul 24:14),
Menerima Yesus seutuhnya sebagai Mesias (Yohanes 3:16),
Menaruh kepercayaan,
Menggantungkan hidup,
Menyerah dan menyerahkan hidup pada Yesus. Disini, iman lebih dari sekedar mempercayai kebenaran suatu pesan; iman berarti melibatkan kepercayaan kepada Kristus, tinggal di dalam-Nya dan secara total bersandar pada-Nya.
👉Anthony A. Hoekema dengan cermat menarik kesimpulan,
“Boleh kita katakan bahwa iman dalam pengertian Perjanjian Baru melibatkan penerimaan atas suatu rangkaian kebenaran yang didasarkan pada kesaksian para rasul atau orang-orang lainnya yang menyebarkan kesaksian itu dan suatu kepercayaan pribadi kepada Kristus sebagai Juruselamat”.
👉Alexander Souter, A Pocket Lexicon to the Greek New Testament, seperti yang dikutip Ronald Dunn, menambahkan, iman berarti “menyandarkan seluruh kepribadian manusiawi kepada TUHAN atau Mesias dalam kepercayaan dan keyakinan yang mutlak pada kuasa, hikmat dan kebaikan-Nya.”
Pemahaman dasar iman dalam bentuk kata kerja inilah yang sering dipakai bergantian dengan kata “percaya”. Kita sebagai orang beriman – sudah tentu termasuk Anda – harus bisa dengan jeli melihat adanya perbedaan antara kedua kata tersebut. Jika tidak, maka akan sulit dan bahkan bisa terjebak bila diperhadapkan pada pertanyaan, “apa bedanya antara orang-orang yang percaya TUHAN dan setan-setan yang juga percaya bahkan mereka gemetar ketika mendengar nama Yesus? (baca Yakobus 2:19).
Marilah kita mulai membedakannya. Saya bisa katakan bahwa progresifitas percaya dari seseorang dapat membentuk imannya bahkan membuat imannya semakin bertumbuh dan menghasilkan buah. Karena percaya menciptakan ketergantungan seutuhnya pada TUHAN secara terus menerus (Matius 17:21). Alkitab mencatat bahwa para murid Yesus tidak serta merta (otomatisasi) memiliki iman ketika mereka dipanggil Yesus untuk pertama kalinya. Mereka harus terlebih dahulu mendengar dan menyaksikan Yesus mengajar dan melakukan banyak mukjizat barulah iman mereka terbentuk (baca Matius 4:4,18-25; Lukas 5:1-26). Setiap hari, para murid belajar percaya terhadap setiap perkataan Yesus dan mukjizat yang dilakukan-Nya di depan mata mereka. Itu dikumpulkannya sedikit demi sedikit agar bisa menjadi bukit. Bayangkan saja, Yesus mulai menantang ataupun memberi rangsangan awal pembentukan iman para muridnya dengan menggambarkan hanya sebesar biji sesawi. Tidak mudah memang; Yesus sering dengan keras menegur mereka karena iman mereka yang kerdil akibat kurang percaya. Silahkan baca ke empat Injil untuk pastikan kronologisnya.
Mari perhatikan. Alkitab mengatakan, “…barang siapa percaya…” (Yohanes 3:16). Pada ayat ini, “percaya” di tulis dalam bentuk kata kerja pisteύō yang mengindikasikan akan adanya kemajuan atau peningkatan rohani atau pun kualitas hidup setelah seseorang telah – merupakan keputusan awal – mengatakan bahwa dia percaya kepada Yesus sebagai Juruselamat pribadinya. Contoh yang lain dapat ditemukan dalam cerita Lazarus, saudara Marta dan Maria yang sedang sakit keras. Alkitab juga dengan jelas mengatakan bahwa setelah mendengar berita tentang Lazarus, Yesus malah sengaja tinggal dua hari lagi (Yohanes 11:6). Kita tidak boleh negatif berintepretasi terhadap tanggapan Yesus, karena hanya ada satu alasan mengapa Dia “sengaja”. “…supaya kamu dapat belajar percaya. …” (Yohanes 11:15). Sekali lagi – kalau Anda terus membaca – Alkitab membuktikan bahwa untuk dapat memiliki iman – walau hanya sebesar biji sesawi – harus dimulai dengan percaya dan … tetap percaya.
Iman (kata benda) timbul karena pendengaran akan firman Kristus (Roma 10:17) yang kemudian menjadi dasar bagi pembangunan tubuh rohani di atasnya (Ibrani 11:1; Yudas 1:20; bdk. I Korintus 3:10-11; 2 Petrus 1:5-7). Tetapi untuk sampai kesana harus dimulai dengan percaya (baca Roma 10:13-14a). Contoh praktisnya, ketika seseorang membangun sebuah rumah ataupun bangunan tentu ia harus memulainya dengan membuat fondasi atau dasar bangunan tersebut. Tetapi harus diingat bahwa fondasi pun terbentuk dari campuran batu, pasir, semen dan lain-lain. Jadi kalau dikorelasikan dengan iman maka pembentukan, pertumbuhan dan perkembangannya berawal dari percaya yang dengan setia (baca Amsal 19:22a) dikumpulkan dari hari ke sehari dalam perjalanan mengikut TUHAN Yesus.
Sedangkan, percayanya para setan seperti yang tercatat dalam surat Yakobus 2:19 adalah suatu bentuk percaya yang hanya di mulut (lips service). Percaya yang tidak diikuti oleh tindakan merupakan suatu bentuk kepercayaan yang mati. Iman seperti ini tidak lebih dari hanya suatu kesadaran intelektual tentang keberadaan Allah. Percaya seperti para setan adalah percaya yang palsu dan bisa dikatakan sebagai suatu bentuk penyusupan “iman” yang di dalamnya terdapat jebakan yang membinasakan. Percaya para setan tidak akan pernah – karena hal itu sangatlah absurd – disertai dengan tindakan-tindakan dan tidak mungkin menunjukkan hasil dari iman asli kepada Kristus. Kalau dikaitkan dengan manusia maka ibarat “ilalang” yang nampak tumbuh bersama “gandum” tetapi tidak menghasilkan buah (baca Matius 13:24-30). Mereka yang mengatakan “percaya” seperti ini, benar-benar tidaklah memiliki integritas iman asli kepada Yesus Kristus.
Lebih jauh, Ronald Dunn, penulis buku “Jangan Duduk saja… Berimanlah” mengatakan bahwa di dalam leksikon Yunani, kata iman juga diartikan sebagai “keyakinan intelektual.” Jadi, sesungguhnya, iman merupakan suatu aktivitas pikiran melalui kehendak yang diwujudnyatakan dalam perbuatan. Dalam hal ini tidak terdapat keterlibatan emosi (perasaan) seperti yang sering digambarkan dari mimbar-mimbar gereja. Setelah yakin dan pasti secara intelektual, kita mengikatkan diri kita secara total kepada apa yang kita yakini itu.
Kata iman memiliki tiga penggunaan dasar di dalam Alkitab :
👉1. Iman adalah seluruh kebenaran Kristen; pernyataan total TUHAN kepada manusia; pesan Injil. Renungkanlah 2 Tim. 4:7 dan Yudas 3.
👉2. Iman merupakan tindakan mempercayai, bergantung kepada TUHAN.
👉3. Iman direalisasikan dalam kesetiaan kepada TUHAN (1 Tim. 1:12). J.B. Lightfoot mengatakan bahwa kata iman dalam bahasa Ibrani dan Yunani “berada di antara dua arti : kepercayaan, kerangka pikiran yang mengandalkan orang lain; dan layak dipercaya, kerangka pikiran yang dapat diandalkan.” Ia juga mengatakan bahwa dengan memiliki salah satu sifat itu maka akan menarik sifat lainnya, “jadi mereka yang percaya juga layak dipercaya; mereka yang memiliki iman di dalam TUHAN setia dan tidak dapat digoyahkan.”
Charles Spurgeon dalam bukunya, “Semua Adalah Anugerah-Nya” menyatakan bahwa iman dibangun atas tiga hal yakni pengenalan, keyakinan, dan percaya.
Dalamnya pengenalan sangat menentukan kuat tidaknya iman. Oleh karena itu pengenalan menempati posisi pertama dalam “pembangunan iman”. Selidikilah dengan cermat seluruh Alkitab dan pelajari apa yang diajarkan oleh Roh Kudus mengenai Yesus Kristus dan keselamatan kekal dari Dia. Bacalah Injil; pelajari kabar baik apa yang disampaikan di dalamnya, bagaimana Injil memberitakan pengampunan yang cuma-cuma dan bagaimana Injil dapat mengubah hati manusia, mengangkat kita menjadi anggota keluarga kerajaan ALLAH serta berkat-berkat lainnya yang tiada terhingga itu. Berusahalah untuk lebih dalam mengenal pribadi Yesus Kristus; terutama pelajarilah dengan seksama doktrin tentang pengorbanan Yesus, yang merupakan dasar dan tumpuan dari iman sejati. Pelajarilah bahwa Yesus telah “menjadi kutuk” karena kita, sebab ada tertulis, “terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!” (Galatia 3:13). Pelajari dan renungkanlah doktrin keselamatan kekal yang dikerjakan Yesus Kristus bagimu karena di situlah terletak penghiburan termanis bagi jiwamu, seperti ada tertulis “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh ALLAH.” Iman sejati dimulai dengan pengenalan yang benar dan tepat.
Tahap kedua dari pembangunan iman menurut Spurgeon adalah keyakinan. Keyakinan adalah suatu sikap yang ditunjukkan oleh seseorang saat ia merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapai kebenaran.
Pikiran kita yakin bahwa semua ini benar. Jiwa kita yakin bahwa TUHAN ada dan Ia mendengar seruan dari hati nurani yang tulus; bahwa Injil datang dari ALLAH, bahwa pembenaran melalui iman merupakan kebenaran yang dinyatakan Roh TUHAN. Maka hati kita pun yakin bahwa Yesus Kristus sungguh-sungguh dan benar adalah TUHAN dan Juru Selamat kita. Semuanya ini kita terima sebagai kebenaran yang tidak perlu dipertanyakan karena kita meyakininya setelah kita belajar mengenalnya. Yakinilah kebenaran ini dengan sungguh-sungguh karena perbedaan antara iman yang biasa-biasa saja dan iman yang melaluinya kita diselamatkan terletak pada apakah kita menggunakan iman itu ataukah tidak.
Kaum puritan terbiasa menjelaskan iman mereka dengan istilah “recumbency” (penyerahan diri). Kata ini bermakna bersandar pada sesuatu. Sandarkanlah dirimu hanya pada Yesus Kristus; rebahkanlah dirimu dan beristirahatlah di dalam Dia, letakkanlah segala beban ke dalam kekuatan kuasa-Nya dan berbaringlahlah pada Batu Karang yang teguh itu (Matius 11:28).
Iman bukanlah sesuatu yang membabibuta yang tak beralasan dan irasional karena iman dimulai dari pengenalan akan kebenaran sejati alkitabiah. Iman bukanlah sesuatu yang spekulatif karena menaruh keyakinan pada fakta-fakta biblika. Iman bukanlah sesuatu yang tidak dapat diterapkan, atau sesuatu yang ngambang karena iman menaruh percaya dan mempertaruhkan masa depan pada kebenaran pewahyuan.
Iman juga berarti percaya bahwa Kristus akan menggenapi janji-janji-Nya; percaya bahwa Ia tidak akan membuang mereka yang datang kepada-Nya. Janji itu pasti! Apa pun yang dijanjikan Kristus akan digenapi dan kita harus mempercayainya sama seperti kita percaya akan pengampunan dosa, pembenaran, pemeliharaan serta kemuliaan kekal yang berasal dari tangan-Nya, seperti janji-Nya bahwa Ia akan menganugerahkan semuanya itu kepada mereka yang percaya pada-Nya.
Ringkasnya dapat dikatakan, iman adalah suatu bentuk penegasan. Iman adalah “amin” kita terhadap yang telah dinyatakan TUHAN mengenai diri-Nya. Kita menerima semua fakta yang telah dibentangkan oleh TUHAN di dalam firman-Nya.
Iman adalah suatu tindakan. Kita tidak hanya mempercayai semua yang telah ALLAH katakan, kita mentaati semua perintah-Nya. Keyakinan kita menuntun kepada tindakan. Ibrani 11 memperjelas bahwa beriman kepada ALLAH berarti taat kepada-Nya.
Iman adalah sebuah sikap. Sebagai hasil dari keyakinan kita mengenai ALLAH dan komitmen kita kepada-Nya, kita menerima rencana-Nya bagi kehidupan kita, hari lepas hari, hidup dalam ketergantungan penuh pada-Nya. Hidup dengan iman berarti mempercayai bahwa ALLAH terlibat secara aktif dalam keberadaan kita setiap harinya. Hal itu berarti memandang kepada-Nya untuk meminta hikmat, tuntunan dan kekuatan. Ini adalah sandaran iman, bersandar sepenuhnya pada kemampuan ALLAH saat demi saat.
Iman Kristen dapatlah juga diartikan sebagai “kesadaran dan keyakinan intelektual.” Iman Kristiani adalah kesadaran keyakinan intelektual yang kokoh pada Yesus Kristus sebagai satu-satunya TUHAN, Pencipta yang Mahakuasa, Mahatahu, Mahahadir dan kepada segala kebenaran faktual alkitabiah.
Jadi, sesungguhnya, iman merupakan suatu aktivitas pikiran melalui kehendak yang diwujudnyatakan dalam perbuatan. Dalam hal ini tidak terdapat keterlibatan perasaan seperti yang sering digambarkan dari mimbar-mimbar gereja. Setelah memiliki kepastian keyakinan intelektual, kita mengikatkan diri kita secara total kepada yang kita yakini yakni Yesus Kristus, TUHAN.
Iman Kristiani merupakan bukti keselamatan kekal yang telah Anda terima dari TUHAN Yesus dan dengan imanlah Anda dapat membuktikan keselamatan kekal Anda dalam kehidupan sehari-hari. Iman Kristiani memberitahu pada setiap pemiliknya bahwa mereka adalah "orang benar" yang harus hidup dalam kebenaran firman TUHAN.
Nah, setelah belajar pemahaman dasar iman, maka ijinkan saya untuk berpendapat bahwa iman adalah percaya yang pasif sedangkan percaya adalah iman yang aktif dalam meresponi firman ALLAH. Untuk mencapai titik kedewasaan dan kesempurnaan perjalanan kehidupan rohani maka marilah kita menempatkan iman dalam bentuk kata kerja yang aktif progresif dan bukan sebaliknya. Anda tentunya mulai lebih tertarik untuk terus membacanya. [lanjut... Part-3️⃣]
✋Salam Hyper Grace dalam Bapa Yesus

0 comments:
Posting Komentar